Gaudeamus Igitur

2 comments
02 September 2006
Lokasi: Batas antara fakultas Psikologi dan FISIP UI.
Suasana: wisuda kakak.
Pemeran: si adik, si kakak, mama, papa, ibu, mak tin, kak Diana.

Si adik: *menunjuk kampus FISIP* Tahun depan iif akan kuliah disana.
Lama berselang, tidak ada tanggapan. Namun, sepasang mata yang dinaungi sebuah kacamata minus tetap memandang ke dalam kampus FISIP dengan ekspresi penuh pengharapan.
Mama: *setelah terdiam* kalau saja kamu rajin belajar, tentu bisa masuk sana.
***

Di sebuah kota bernama Bukittinggi.
Alkisah dalam sebuah keluarga ada dua orang adik kakak, sama-sama perempuan. Meski bersaudara, keduanya sangatlah berbeda. Si kakak, dengan segala ketenangannya mampu memukau semua orang, pun dengan prestasinya. Sementara si adik cukup puas dengan gelar 'si tukang onar' disematkan di dadanya. Tak heran jika si kakak menjadi role model sementara si adik hanya bisa gigit jari setiap kali mendengar celotehan orang-orang, terlebih orang tua mereka, agar dia mencontoh si kakak dan menjadi seperti si kakak. Namun, omongan itu sia-sia karena dari hari ke hari, si adik berjalan kian jauh dari si kakak dan harapan orang tuanya. Sejak di bangku sekolah dasar dia sudah terkenal sebagai si tukang ribut, padahal lima tahun di atasnya, si kakak terkenal sebagai si pintar juara kelas.
Mengapa si adik berbuat demikian? Pemikiran masa kecilnya hanya terpusat pada satu kata, bersenang-senang. Apapun yang dilakukannya adalah untuk bersenang-senang. Dimana dia bisa tertawa, disanalah dia berada. Meski setiap tindakannya sering kali mendapat pertentangan.
Lalu suatu hari si adik berkata bahwa dia juga bisa seperti si kakak. Dia juga bisa membuat orang lain, terlebih orang tuanya, untuk berdecak bangga padanya. Namun, tak ada yang percaya. Lingkungannya telah mengenalnya sebagai si biang onar yang tentu saja sangat jauh dari kata membanggakan.
Oleh karena hidupnya hanya berkisar diantara kesenangan, maka si adik tak ambil pusing. Meski begitu, dalam hati dia tetap bertekad ingin mewujudkan kata-katanya itu.
Maka, di saat dia lulus SD, dia mendapat kalimat ini: Jangankan kelas unggulan, masuk SMP 1 aja nanti kamu sudah syukur bisa. *Berangkat dari fakta si kakak lulus sebagai peraih NEM tertinggi se-kotamadya dan masuk ke kelas unggulan SMP favorit*. Kalimat ini tidak mengada-ada, mengingat si adik selama enam tahun bersekolah mengalami penurunan rangking dari kelas 1 hingga kelas 6.
Lalu, apa yang terjadi? Dia memang tidak bisa menjadi lulusan terbaik se-Kotamadya, tapi dia termasuk salah satu lulusan terbaik di sekolahnya. Dan ya, dia berhasil masuk kelas unggulan.
Itulah stereotype pertama yang berhasil dipatahkannya.
Selama di SMP dia memang tidak tampil gemilang, tapi diantara teman-teman di lingkungan rumahnya, dialah yang terbaik. Di masa ini pulalah dia mulai mengenal passionnya dan tahu apa yang ingin ditujunya.
Menjelang SMA, dia semakin tahu apa yang diinginkannya. Dia masuk di SMA yang sama dengan si kakak, SMA terbaik di kota itu. Sekali lagi dia menjadi bahan tertawaan karena dia tidak berhasil mengukir prestasi seperti yang dilakukan kakaknya lima tahun lalu. Dia dikenal bukan karena kepintaran atau banyaknya piala yang berhasil disumbangkannya ke sekolah, melainkan karena segala tingkahnya yang membuat naik darah tantenya -guru terkiller di sekolah- dan membuat guru-gurunya menghela nafas. Teman-temannya juga demikian. Dia harus puas dengan sebutan si pembuat onar lagi.
Namun, lama-lama dia gerah. Sebutan bodoh, pembuat onar, tidak punya otak, malas, dan berbagai hinaan lainnya menggumpal hingga akhirnya membentuk sebuah kemarahan. Bertekad untuk merubah semua pandangan itu, dia mencoba peruntungan meminta formulir PMDK. Tentu semua mata akan membelalak jika dia berhasil. Seperti kakaknya, tentu saja. Jangankan formulir yang didapat, alih-alih dia kembali menjadi bahan tertawaan.
Gumpalan kemarahan itu berubah menjadi dendam tidak lama kemudian. Dan ketika kakaknya lulus dari Psikologi UI, si adik semakin mengokohkan keinginannya, keinginan yang membuatnya ditertawakan.
"Aku mau masuk komunikasi UI."
Teman 1: Nggak mungkin. Kamu kan kerjanya main-main doang.
Teman 2: Orang kayak kamu nggak mungkin masuk UI.
Teman 3: Di sekolah ini aja banyak yang jauh lebih pintar dari kamu.
Teman 4: Mimpi aja terus.
Dan teman-teman laiinya yang tertawa.
Guru 1: Kamu aja nggak pernah bikin PR, ulangan remedial terus, mana bisa masuk UI?
Guru 2: Belajar aja dulu. Syukur-syukur bisa lulus UAN.
Dan beberapa stereotype miring lainnya.
Namun, benarkah demikian adanya? Apakah diatidak akan sanggup mencapainya?
Ketakutan itu memang ada, tapi diatahu bahwa dengan semua usahanya, dia akan bisa mencapainya. Dia sudah tahu ke depannya ingin menjadi apa. Dia sudah menyusun daftar-daftar keinginannya. Dia sudah bisa melihat seperti apa dirinya sepuluh tahun mendatang.
Mereka boleh tertawa karena apa yang mereka lihat. Namun, untuk yang tidak mereka lihat? They have no idea about it.
Si adik memang terlihat urakan dengan selalu ketawa haha hihi kian kemari, terlihat menyepelekan sekolah dan hanya ingin bersenang-senang. Mereka tidak salah. Tapi, mereka tidak tahu satu hal tentang dia.
Dan temannya, Fhia, menjelaskan kepada mereka. "Dia memang terlihat main-main saja, tapi kalian nggak tahu kan kalau dia selalu belajar sampai pagi?"
Dan Dayu, teman sebangku yang setiap malam belajar bersama di rumahnya. "Dia cuma tampilannya aja yang kayak gitu."
Dan ketika lulus SMA, dia ditarik kakaknya ke suatu kota bernama Depok, mengikuti bimbingan belajar, jauh dari teman-temannya agar dia bisa berkonsentrasi. Mamanya menolak ide bimbel di Padang atau Bandung karena di kedua kota itu teman-temannya berserakan.
Dia pun mengangguk setuju. Tekadnya, dia harus berhasil mematahkan stereotype itu.
And tadaaaa, she got it.
Dia lulus Komunikasi UI.
Dia mencengangkan semua orang.
Dia membuat mamanya tak berkata apa-apa.
Dia membuat guru-gurunya menelan ludah dan angkat topi lalu kemudian balik memujinya setelah selama ini menganugrahinya dengan stereotype dan underestimate.
Dia membuat teman-temannya menganga lebar.
Teman 1: Kok dia bisa lulus? Rina yang selalu 3 besar kenapa tidak lulus? *setelah selama bimbel si teman sesumbar dia yakin lulus karena nilainya jauh lebih tinggi dari si adik*
Teman 2: Nggak adil. Adil yang ngajarin dia matematika selama SMA tapi Adil nggak lulus?
Dan mereka pun mengaitkan keberhasilan ini sebagai keberuntungan belaka. Mereka terlalu gengsi untuk menyadari kenyataan yang sebenarnya.
Lalu, lagu Selamat datang Pahlawan Muda menyambut kedatangannya di Kampus UI.
***

16 September 2011
Saat paduan suara mahasiswa baru mengalunkan lagu Gaudeamus Igitur, sepasang mata tampak berkaca-kaca. Dia teringat semua tertawaan dan ejekan yang diterimanya dulu. Pun ketika mamanya berkata "Ini kado terindah di ulang tahun mama." air matanya kian menaglir. Dan saat dia menerima sebuket bunga dari kakaknya, dia mendengar "I know you can do it, sist. Dari dulu aku tahu kamu selalu punya caramu sendiri. Kamu memiliki daftar keinginan yang jelas, itu membuatku iri. You know how to live, itu yang aku nggak punya. Di usiamu yang masih muda, kamu sudah tahu ingin jadi apa, sesuatu yang tidak kupunya hingga aku seusia sekarang. Jika kamu iri karena mama papa sering membangga-banggakanku dan memaksamu untuk jadi sepertiku, aku justru iri padamu. Kamu punya cara sendiri, tujuan sendiri, dan yakin pada dirimu sendiri. Aku ingin spontanitasmu, kerianganmu, kemampuanmu untuk selalu tertawa-tawa, dan sikap impulsifmu. Hidupmu jauh lebih hidup daripada hidupku. Dan yang paling kusyukuri, kamu tidak mengikuti perkataan semua orang untuk menjadi sepertiku."

Lalu, sepasang mata itu mengalirkan air mata kian deras. Khayalannya pun mengembara ke suatu hari di masa lalu di mana di masa itu dia tidak berlagak cuek, alih-alih tertawa di hadapan semua orang.
Dia tertawa karena berhasil meraih semua impiannya.
Dia tertawa karena berhasil mematahkan semua stereotype dari orang yang selalu underestimate terhadapnya.

Dan, si adik itu adalah saya.


Love, iif
SHARE:
Next PostNewer Post Previous PostOlder Post Home

2 comments

  1. thumbs up iip!dan suatu hari nanti lo bisa tunjukin buku karangan lo berjejer di rak toko buku besar :)
    ternyata kakak kita sama2 dr psiko ui dan adiknya ngegalau di kom. hahaha

    ReplyDelete
  2. hidup para adik2 yg di under estimate lalu diam2 berjaya! you know you are awesome if :)
    kecuup :*

    ReplyDelete

BLOG TEMPLATE CREATED BY pipdig