Nothing Gonna Stop Me Now

Leave a Comment

Nothing Gonna Stop Me Now

Oleh: Ifnur Hikmah

"She died!"

"No!"

"Dia telah tiada, Mario. Kamu harus bisa menerima fakta itu. Rosaline-mu telah meninggal akibat leukemia yang dideritanya bertahun-tahun ini."

"Jangan mengumbar kebohongan dihadapanku."

"Untuk apa mama membohongimu nak?"

Namun aku tahu mama berbohong. Mama berbohong sama seperti ketika dia membohongiku akan kepergian papa sewaktu aku kecil dulu. Mama berbohong.

***

Kemeja? Checked.

Tatanan rambut? Checked.

Parfume? Checked.

Lili putih? Checked.

Cincin? Aku menepuk-nepuk kantong celanaku. Seketika itu juga tanganku menyentuh sebuah kotak persegi kecil yang terasa menyembul di balik kain celanaku. Oke, cincinnya sudah ada.

Semuanya telah siap. Sekarang aku hanya tinggal menunggu kehadiran sang tokoh utama.

Kulirik jam tangan yang melingkari pergelangan tangan kiriku. Masih setengah jam lagi menuju pukul delapan. Oh, sepertinya aku datang kecepetan. Mungkin karena semangat menggebu-gebu yang melingkupiku seharian ini membuatku sudah tidak sabar lagi. Ingin rasanya aku berlari menunggangi waktu tapi itu tidak mungkin.

Pergerakan detik demi detik terasa sangat lamban. Ah, aku memang pria yang tidak sabaran. Semoga Rosaline tidak keberatan dengan sikapku ini.

Omong-omong soal Rosaline, mengapa dia belum datang juga? Setahuku, Rosaline selalu datang beberapa menit lebih awal dibanding waktu yang telah ditetapkan. Oh, mungkin hari ini bosnya itu kembali memaksanya lembur. Bukankah Rosaline sering curhat perihal perilaku bos-nya yang selalu merasa tidak puas sehingga cenderung menindas bawahannya untuk bekerja melebihi batas waktu yang telah ditetapkan? Tunggu saja, Rosaline. Begitu kita menikah kelak, lebih baik kamu berhenti dari pekerjaanmu dan membuka restoran, seperti cita-citamu.

Ah, Rosaline, mengapa kamu belum datang juga? Aku khawatir sebentar lagi mama akan menyadari ketidakhadiranku dan menyusulku kesini. Beliau pasti akan menyeretku pulang, tidak peduli saat itu kau sudah datang atau belum. Sungguh Rosaline, aku tidak ingin kehilangan waktu lagi.

Aku telah menyiapkan semua ini secara cermat, namun tahun lalu aku terlambat menemuimu. Aku harus pasrah saat rencana yang telah kususun matang-matang terpaksa batal. Malam itu, 21 Maret 2010, aku terpaksa harus membatalkan niatku melamarmu karena mama lebih dulu menyeretku pulang.

Namun, malam ini aku tidak ingin gagal lagi. 21 Maret 2011 akan menjadi malam yang istimewa untukku -untuk kita. Di malam ini aku akan berlutut dihadapanmu, menyerahkan sebuah cincin berlapis emas putih kehadapanmu, dan mengucapkan kalimat sakti itu.

"Aku mencintaimu, Rosaline Widjaja. Dalam senangku maupun sedihku. Dalam malam dan siangku. Dalam sehatku atau sakitku. Aku mencintaimu dengan segala daya yang kupunya, dan kuserahkan diriku seutuhnya untukmu. Aku, Mario Adinugroho, malam ini memutuskan untuk meminangmu. Rosaline Widjaja, would you be my wife?"

Lalu aku bisa membayangkan Rosaline akan terkejut. Dia menutup mulutnya dengan tangan kiri -reaksi alamiah yang sering dilakukannya saat sedang kaget, lalu sebutir air mata mengaliri pipinya. Kemudian, aku akan bangkit berdiri dan mengusap lembut air mata itu.

"Kenapa kamu menangis?" bisikku.

"Aku terharu, Mario."

Ah, Rosaline. Bayangan itu sungguh indah. Namun tidak apa, toh sebentar lagi kamu akan datang dan bayangan itu akan mewujud nyata.

Sudah pukul delapan, tapi kamu belum datang-datang juga. Apa bosmu itu benar-benar menyiksamu dengan tumpukan pekerjaan? Rosaline, jangan membuatku resah menunggu. Saat ini mama pasti sudah menyadari menghilangnya aku dan beliau sedang mengumpulkan pasukannya untuk mencariku.

Bukannya aku telah berubah menjadi anak durhaka dengan melawan mama, Rosaline. Bukan seperti itu. Kamu tahu kan betapa kerasnya mamaku? Beliau masih belum bisa sepenuhnya menerima keputusanku untuk menikahimu. Kamu tentu tidak akan lupa betapa besarnya trauma yang dialami mama karena papa meninggalkannya disaat dia sangat membutuhkan kehadiran papa. Mama khawatir apa yang telah menimpanya juga menimpaku kelak. Kata mama, kita masih terlalu muda, namun bagiku, sekaranglah waktu yang tepat bagi kita untuk melangkah lebih jauh.

Dimana kamu Rosaline? Mengapa kamu belum muncul-muncul juga? Sekarang aku yakin mama pasti telah bergerak dari istananya beserta para pasukannya itu, dan sebentar lagi dia akan muncul dihadapanku. Cepatlah datang, Rosaline.

Ah sial. Itu kan mama? Dan matanya menatapku lekat-lekat. Kurasakan pusaran udara mendadak berhenti saat mama dan pasukannya bergerak ke arahku.

Tidak, aku tidak peduli Rosaline. Aku tetap akan menunggumu, tidak peduli mama harus menyeretku dan tindakan kami akan membuat heboh restoran ini. Tidak akan ada lagi yang bisa mencegahku, Rosaline. Niatku untuk meminangmu sudah bulat. Tahun lalu aku telah gagal, dan aku tidak ingin gagal lagi. Tidak akan ada yang bisa menghentikanku sekarang. Tidak mama, apalagi pasukannya. Tidak ada satupun yang bisa menjegal langkahku untuk menyelipkan cincin ini di jemarimu.

Aku mencintaimu dan kamu mencintaiku. Karena itulah aku percaya kamu akan datang.

"Kita tercipta untuk saling menemani. Tidak akan ada yang bisa memisahkan kita. Tidak akan ada yang bisa menghentikan langkah kita meraih kebahagiaan."

Itu katamu di suatu waktu, dan aku masih mengingatnya hingga detik ini.

"Mario, kita pulang ya nak."

Aku menggeleng tegas.

"Untuk apa kamu menunggu Rosaline disini?"

"Mama jangan menghalang-halangiku," bantahku, "kegagalan yang pernah mama alami tidak akan memengaruhiku. Aku mencintai Rosaline ma, dan tidak ada satupun yang bisa menahanku untuk tidak meminangnya."

Kulihat air mata bermain disudut mata mama. "Tapi Mario..."

"Tahun lalu mama telah menghalangiku dengan mengumbar cerita bohong itu."

"Mama tidak bohong nak."

"Aku tahu mama bohong. Rosaline akan datang ma. Dia telah berjanji dan aku akan menunggunya."

Dari sudut mata kulihat mama berdiri dan membicarakan sesuatu dengan pasukannya. Oh tidak. Mama kembali mengandalkan pasukannya untuk menyeretku pulang.

Cepatlah datang Rosaline, sebelum salah satu pasukan mama menyuntikkan suatu cairan asing ke tubuhku. Oh lihat, dia sudah mendekat.

Aku bangkit berdiri namun sekonyong-konyong seseorang menahan lenganku. Dengan kekuatan yang seadanya, aku berusaha untuk berontak. Namun, pasukan mama yang berseragam putih-putih itu berhasil memelintir kedua tanganku dan menguncinya dibelakang punggungku. Pasukan mama yang lain, masih berseragam putih-putih, bergerak mendekatiku seraya menodongkan jarum suntik yang siap merobek kulitku.

Kulihat mama yang masih saja menangis. Ingin kubenci perempuan itu, tapi aku tidak bisa. Aku hanya berharap kamu datang detik ini juga, Rosaline.

"Maafkan mama Mario. Rosaline telah tiada. Kamu harus bisa menerimanya."

Aku menggeleng.

"Aku mencintai Rosaline, dan tidak akan ada yang bisa membuatku berhenti mencintainya. Sampai kapanpun," desahku lirih sesaat setelah jarum suntik itu berhasil menusuk kulit lenganku.

SHARE:
Next PostNewer Post Previous PostOlder Post Home

0 Comments:

Post a Comment

BLOG TEMPLATE CREATED BY pipdig