FF15: Menikahlah Denganku

Leave a Comment
Menikahlah Denganku
Oleh: Ifnur Hikmah

“Anytime, dear. Lo tahu kan gue akan ngelakuin apapun asalkan lo bahagia?”

Tidak terhitung sudah berapa kali kalimat itu meluncur dari bibirku semenjak kita berkenalan sepuluh tahun lalu. Semenjak kita memutuskan untuk bersahabat di hari pertama kuliah, aku sudah bertekad untuk melakukan apapun asalkan kamu bahagia.

Apapun. Karena aku rela melakukan apapun demi perempuan yang aku cintai.

Termasuk pura-pura menjadi kekasihmu hanya karena kamu ingin terlihat baik-baik saja di mata mantan kekasihmu. Aku rela menjalankan peran ini meskipun hingga sekarang aku masih berharap benar-benar menjadi kekasihmu.

Sayangnya, kata sahabat memaksaku untuk membungkam pernyataan cinta. Terlebih, kamu sudah lebih dulu jatuh ke pelukannya.

“Lo nggak apa-apa, Cha?”

Aku bukannya khawatir karena sepatu hak tinggimu itu bisa membuat langkahmu limbung. Aku juga tidak khawatir gaun tanpa tali yang kamu kenakan itu melorot di tengah-tengah pesta. Aku juga tidak khawatir kamu akan pingsan karena gaun ketatmu itu tidak memungkinkanmu melahap kambing guling kesukaanmu. Yang aku khawatirkan adalah kamu masih belum bisa menerima kenyataan mantan kekasihmu menikahi perempuan lain dan membuatmu kembali menarik diri ke lubang patah hatimu.

“Gue nggak apa-apa.”

Aku tahu kamu bohong. Matamu menyiratkan kebohongan itu. Bagaimana mungkin kamu baik-baik saja padahal sudah satu jam lebih kita berdiri di sini dan kamu masih saja dihinggapi keraguan untuk bersalaman dengan pengantin?

“Kita maju yuk, biar bisa pulang cepat.”

Kamu menggeleng. “Gue masih lapar. Nyari makanan lagi aja ya.”

Kamu mengajakku ke stand Japanese food. Seperti biasa, aku hanya bisa mengekor. Aku tahu nasib sushi yang sedang kamu ambil itu akan berakhir sama seperti makanan-makanan lainnya, berakhir di perutku karena kamu tidak sanggup makan sedikitpun.

Segitu besarkah kesedihanmu itu, Cha?

Tell me how to stop your tears. Tell me how to stop your sadness? Aku tidak tahu harus melakukan apa lagi. Pundakku telah basah akibat air matamu. Pelukanku selalu ada setiap kali kamu membutuhkanku. Mulutku sudah berbusa-busa dengan berbagai nasihat yang bisa membangkitkanmu. Tapi kamu masih menangis. Masih bersedih. Masih terluka karena perbuatan Dimas.

“Stella cantik ya, Ka.”

Ucapanmu itu menyentakku. Kupandangi kamu yang malah memandangi sepasang pengantin itu.

“Dia terlihat bahagia. Apa gue bisa sebahagia itu juga saat menikah?”

“Tentu saja.”

“Gue rasa nggak. Gue nggak akan sebahagia itu karena Dimas sudah menjadi milik Stella.”

“Masih ada pria lain kok, Cha.”

“Lo tahu kan, Ka, kalau gue cinta banget sama Dimas.”

But he doesn’t. Lo liat saja dia bahagia banget di pelaminan sana.”

Ucapan ku kembali memantik kesedihan Echa. Bisa kulihat butiran bening bermain di mata bulat yang selalu memikatku itu.

“Sorry, Cha. Gue nggak bermaksud…”

“Nggak apa-apa, Ka. Lo benar.”

Kurangkulkan lenganku ke pundak yang terkulai lemah itu. “Lo tahu kan, Cha, kalau gue rela ngelakuin apapun asalkan lo bahagia?”

Echa mengangguk.

“Sekarang bilang apa yang bisa gue lakuin agar lo bahagia.”

“Gue ingin bisa sebahagia Stella, Ka.”

Kualihkan tatapanku ke arah Stella yang sibuk menyalami tamu. Senyum tidak pernah lepas dari wajah cantik itu. Ah, dimana-mana perempuan memang terlihat paling bahagia di balik balutan gaun pengantin.

“Lo bisa kok sebahagia Stella asalkan lo mau membuka hati dan lupain Dimas.”

“Gue nggak yakin, Ka.”

“Lo harus yakin.”

“Dimas dan gue itu pacaran lima tahun lebih. Lima tahun bukan waktu yang singkat untuk sebuah hubungan. Kenangan diantara kita itu udah banyak banget.”

“Tapi kenangan ya selamanya akan jadi kenangan. Dimas sudah menatap masa depannya bersama Stella. Lo juga harus menatap masa depan lo.”

“Bersama siapa?” Telingaku bisa menangkap keputusasaan di balik suara lirih itu.

“Bersama gue.”

Baik aku maupun Echa, kami sama-sama menegang akibat kalimat singkat yang refleks meluncur keluar dari bibirku.

“Maksud lo?”

Aku gelagapan. Terlanjur basah, Oka.

“Lo bisa menatap masa depan lo bersama gue. Mungkin gue nggak setampan atau semapan Dimas, but I love you more than him. I love you for ten years.”

Mungkin bukan saat yang tepat menyatakan cinta di pernikahan orang lain, terlebih di pernikahan mantan kekasih perempuan yang kucintai dan masih dicintai perempuan itu. Namun kurasa sepuluh tahun menunggu sudah cukup.

I am alone now, and so does she. And she needs someone to rely on.

“Gue bia janjiin kebahagiaan buat lo meski gue bukan seorang pria romantis. Lo tahu kan gue akan ngelakuin apa aja asalkan lo bahagia? So, menikahlah denganku.”

Piring berisi sushi di tangan Echa terjatuh ke lantai. Aku tidak tahu apakah itu berarti iya atau tidak. Namun yang pasti, aku sudah mengeluarkan apa yang terpendam selama sepuluh tahun ini.

I wanna marry this women. So much.


#15HariNgeblogFF Day 15 "Menikahlah Denganku." Kelanjutan dari "SAH" *Hari ini dua FF, hihihi*
SHARE:
Next PostNewer Post Previous PostOlder Post Home

0 Comments:

Post a Comment

BLOG TEMPLATE CREATED BY pipdig