Senyum Untukmu Yang Lucu

1 comment
Senyum Untukmu Yang Lucu
Oleh: Ifnur Hikmah

Adakah pekerjaan lain yang lebih mulia di dunia ini selain pekerjaan yang mampu membuat orang lain tertawa? Kurasa tidak ada. Dan beruntunglah aku bisa mendapatkan pekerjaan itu.

Hahaha… Tawaku kering saat mendengar perkataanku sendiri.

Sebenarnya, pekerjaanku tidak semulia itu. Atau bisa dibilang pekerjaanku cocok untuk seorang pengecut. Pekerjaan ini memungkinkanku untuk bersembunyi di mata dunia. Membodohi anak-anak kecil yang belum bisa membedakan hitam dan putih lalu membuat mereka tertawa terpingkal-pingkal. Mereka akan mengelu-elukanku tanpa sadar baru saja dibodohi dengan trik murahan yang kupelajari sendiri. Mereka akan tertawa dan bertepuk tangan kencang sementara aku sangat ingin muntah. Namun, kostumku yang super tebal dan warna warni ini tidak memungkinkanku untuk mengeluarkan isi perut.

Mau tahu apa pekerjaanku? Badut.

Mendengar kata badut maka yang terlintas di benak semua orang adalah lucu dan menggemaskan. Andai saja orang-orang yang berkata seperti itu mau meluangkan waktu untuk melongok sedikit saja ke kehidupan si badut, maka mereka akan menemukan sisi lain yang bertolak belakang dengan lucu dan menggemaskan.

Yeah well, jika aku tidak boleh menggeneralisir, silakan melongok ke kehidupanku saja.

Satu-satunya alasan mengapa aku mau menjadi badut, mempermalukan diri dengan kostum norak dan membohongi anak-anak kecil dengan trik murahan itu hanyalah karena aku bisa bersembunyi. Aku bisa bersembunyi dari mata dunia, dari matamu.

Seperti hari ini.

Sumpah demi Tuhan aku bosan setengah mati harus bermain juggling balls untuk yang ke sekian kalinya di hari ini. Kalau saja aku tidak butuh uang untuk bayar kontrakan, sudah kutolak tawaran ini. Belum lagi anak kecil yang bawelnya minta ampun. Tanganku sudah pegal sebenarnya, tapi bocah-bocah itu masih terus mendesakku untuk bermain bola sialan ini.

Saat baru saja menghela nafas sesaat, kurasakan sebuah tangan mungil menowel perut buncitku –well, tumpukan busa sebenarnya, bukan lemak. Oh Tuhan, bisa kan tolong hindarkan aku dari bocah-bocah ini, setidaknya lima menit saja?

“Om badut.” Sebuah suara nyaring memanggilku.

Hei, ini satu lagi keuntungan menjadi badut. Mereka tidak usah tahu siapa namaku. Cukup panggil aku om badut saja.

“Om badut, mainin bolanya lagi dong.”

Kualihkan pandangan ke sepasang mata bulat yang menatapku penuh harap. Pipi bulatnya menggembung dan berlepotan cream. Bibir tipis berwrna pink itu bergerak maju sambil tangan mungilnya masih menowel perutku.

Please, go away from me. Ingin rasanya aku mengusir anak kecil ini.

“Lana. Mama nyariin kamu dari tadi.”

Sebuah suara lirih menyela. Kualihkan pandangan ke mana saja, asalkan tidak menatap si pemilik suara.

Perlu kuberi tahu, perempuan inilah alasan terberat mengapa aku ingin menolak permintaan ini. Tapi, dia jugalah yang meneleponku dan memohon kesediaanku untuk memeriahkan pesta ulang tahun putrinya.

Wait a minute, did I said putrinya?

Kembali rasa dingin menyapa rongga dadaku, mengisinya hingga tak ada sedikitpun kehangatan tersisa di sana. Kurasa, hatiku semakin membeku saja sejak hari ini.

“Lana mau om badut main bola lagi.”

“Lana, om badutnya kan lagi istirahat.”

“Lana mau lihat om badut main bola lagi, trus main bolanya sambil senyum, nggak cemberut kayak tadi.”

Degg, anak sekecil ini bisa melihat ke dalam taburan bedak putih dan makeup warna warni di wajahku. Lalu, apa dia bilang? Senyum? Aku tertawa miris. Bagaimana aku bisa tersenyum selama hatiku masih saja mengucurkan darah hingga sekarang?

Lima tahun sudah berlalu dan luka di hatiku belum juga mengering. Sebut aku pengecut, tidak apa, karena memang begitulah aku. Aku si pengecut yang memilih bersembunyi setelah ditinggalkan perempuan yang dicintainya dan tidak berniat untuk bangkit dari patah hatinya. Aku si pengecut yang terus berlarut-larut dalam kubangan luka dan menatap sinis kehidupan ini. Aku si pengecut yang lupa bagaimana rasanya bahagia setelah kebahagiaan terbesarku direnggut begitu saja dari genggamanku.

“Ya sudah, Lana ke depan dulu ya. Bentar lagi om badutnya nyusul. Oke?”

Anak kecil itu mengangugk dan berlari dengan kaki kecilnya.

“Denny.”

Degg… Masih saja ada yang mengenaliku dalam kostum norak ini?

“Denny, aku tahu itu kamu. Matamu tidak bisa bersembunyi, Denny.”

Aku melengos. Setelah lima tahun, Nadya, baru sekarang kita bertemu lagi.

“Boleh aku minta tolong?”

Minta tolong kepadaku? Aku mendengus. Setelah kamu meluluhlantakkan hatiku, sekarang kamu mau minta tolong? Adil sekali dunia ini.

“Tersenyumlah untuk Lana.”

Tersenyum untuk Lana, anak perempuanmu yang kehadirannya membuatmu harus meninggalkanku? Tidak adakah permintaan lain yang lebih mudah dari itu? Lebih baik aku bermain juggling balls seratus jam daripada tersenyum untuk anak kecil itu.

Anak kecil yang membawamu jauh dariku.

“Tersenyumlah untuk Lana, putri kita.”

***

Nadya, mengapa kamu memilih jalan nekat ini? Lima tahun kamu menyembunyikan rahasia ini dariku, membuatku berubah menjadi manusia paling dingin sedunia dan membenci anak kecil yang tidak bersalah sama sekali.

Seharusnya dari dulu kamu memberitahuku bahwa Lana itu anak kita. Seharusnya kamu memberitahuku lima tahun lalu. I will fight for you, I will fight for us. Namun, kamu malah mengalah dan menikahi pria yang tidak kamu cintai tapi menawarkan masa depan yang cerah untuk Lana.

“Om badut, mainin bolanya lagi ya. Sambil senyum, jangan cemberut.”

Tanpa bisa dicegah bibirku tertarik ke samping membentuk sebuah senyuman. Mungkin Lana selamanya akan memanggilku om badut, tapi setidaknya sekarang aku tahu dia buah hatiku.

“Mama, Papa, Om badutnya senyum. Hore…”

Kulihat Nadya tersenyum dan mengangguk kecil. Mata itu, Nad, masih menyimpan rasa yang sama seperti yang kulihat lima tahun lalu, meskipun yang merangkulmu bukan aku, tapi pria lain yang menjadi suamimu.

Untuk pertama kalinya dalam lima tahun ini aku tersenyum. Untuk Lana. Meskipun dia tidak akan pernah memanggilku papa.


#15HariNgeblogFF Day 10 "Senyum Untukmu Yang Lucu"
SHARE:
Next PostNewer Post Previous PostOlder Post Home

1 comment

  1. Ahhh.. Lana... Om Denny badut itu papamu..


    *ikutan nimbrung*

    hehehe

    ReplyDelete

BLOG TEMPLATE CREATED BY pipdig