A Story About Ci N

2 comments
First of all, I wanna say happy new year. Hope you will get a wonderful year. Kisses and Hugs.

So, what did you do at New Year Eve? Going somewhere with the one you love? Stuck in Jakarta's traffic? Got a private party with family or friends? Or just stay at home, movie marathon or maybe, sleep? Well, whatever you do, I hope you got something special when you celebrate NYE. Like I did.

Kalau lo berpikir gue akan cerita tentang si bos yang kebetulan berulang tahun ke-30 di awal tahun ini *happy birthday to you boss*, lo salah. Meskipun gue ngabisin malam pergantian tahun dengan dia dan teman-temannya, yang ingin gue ceritain di sini bukan dia. But, this is a story about one of my friend. I call her Ci N.

Di saat si bos lagi nikmatin red wine bareng teman-temannya di luar, gue dibekap di kamar dengan alasan "lo masih underage ya". Bete nggak tuh. Tapi, kebetean itu berkurang waktu Ci N masuk ke kamar dan kita cerita-cerita ngawur awalnya.

Jujur, gue agak kagok malam itu karena nggak begitu akrab dengan Ci N. Dari pertama lihat, penilaian pertama gue tentang ini orang adalah "cewek high maintenance yang tinggi, sombong, dan ngeselin". But, at that night, i can see the other side of her.

Well, ada beberapa nasihat ngaco yang mengawali percakapan kita, seperti:
"Gue kerja biar nggak bosen di rumah. Wong gaji gue aja nggak nutup buat beli tas?" *bisa ngebayangin tas dia apa?*
"My money is money, his money is my money. And our money comes from his money" *gue langsung koprol depan dia saking kencengnya ketawa #kidding*
"Hari gini modal cinta dan kon doang? Ck, mana bisa hidup lo? Stay away ya sama cowok-cowok macam begitu." *sengaja ada bagian yang disensor ;p*
"Gue nggak peduli si ibu marah-marah, klien yang sok penting, jalanan macet, because, after all of these shit, I have a home. Home for me is my husband and my childs. Begitu ketemu mereka malam-malam, semua kebetean yang gue rasain siang itu nggak berarti apa-apa lagi." *saat dia ngomong gini, gue langsung diam and look at her eyes. Dia mulai agak redup di sini.*
"Tapi yang namanya rumah juga nggak selamanya tenang."

Gue mulai merasa ada yang beda dari dia. Dia bukan lagi si Ci N yang high maintenance dengan suara kencengnya cerita tentang handbag Bottega Veneta yang baru aja dibeliin lakinya atau Ci N yang dengan santainya ngajak makan ke fancy resto karena bagi dia itu udah jadi keseharian. Matanya mulai redup dan suaranya mulai pelan.

Dan waktu gue nyeletuk "Your life like a fairy tale, Ci, and I want it so bad," dia cuma menghela nafas panjang. "Gue sering, Ci, berkhayal jadi kayak lo gitu. Upik abu yang dipinang pangeran, cewek mana sih, Ci, yang nggak ngarepin hal itu?"

She said: "I see myself in you, if, a long time ago."

Sebelum melangkah lebih jauh, gue ingin cerita tentang si Ci N ini. Dia berasal dari keluarga yang biasa-biasa saja. Meski udah berumur 35 tahun, dia masih polos. Polos banget. Jika selama ini gue selalu menganggap dia tinggi dan sombong, tapi akhirnya gue tahu kalau dia itu masih polos. Ucapannya nggak bermaksud buat meninggi, tapi karena memang polos. Sepuluh tahun lalu, dia bertemu cowok yang sekarang jadi suaminya. Sebagai catatan, suaminya ini tajir mampus, pemilik salah satu percetakan besar di Indonesia *percetakan ini sering dipakai sama majalah-majalah gede disini*. Such a fairy tale, right? Gue waktu tahu cerita dia langsung mupeng.

But, she said to me "Lo salah satu dari sekian banyak orang yang dibesarkan oleh cerita cinta klasik dan kepercayaam bahwa marriage is a fairy tale. Kita berpikir bahwa happily ever after will start after the wedding day. Gue juga percaya hal itu, dulu. Dan itulah yang membuat gue berani berkespektasi besar waktu menikah sama suami gue ini. I love him and he loves me more. Gue nggak akan ragu soal hal itu, sampai sekarang. Tapi, setelah menjalani kehidupan menikah, gue serasa ditampar oleh kenyataan bahwa marriage is not a fairy tale."

Gue langsung tertarik, dan dia pun bercerita tentang dirinya.

"Gue tahu suami gue sayang banget sama gue, tapi sejak menikah dengan dia, gue kehilangan hak atas diri gue. Istilahnya, gue ini Cinderella yang beruntung dipinang pangeran tapi kita nggak tahu kan kehidupan Cinderella setelah menikah? Begitupun gue. Keluarga laki gue itu aristokrat banget dan itu menurun ke laki gue. Gue harus selalu ikut apa kata dia, nggak bisa nyampein pendapat, pokoknya gue nggak bisa bersuara sedikitpun. Parahnya, gue ngerasa kalau gue ini ibarat mesin penghasil anak. Lo nggak tahu kan kalau dulu gue tertekan banget karena desakan harus segera hamil dari keluarga laki gue hanya karena mereka khawatir nggak punya penerus di bisnis mereka? Begitu anak pertama gue lahir dan ternyata cewek, mereka kembali ngedesak gue untuk ngelahirin anak cowok. Begitu anak kedua gue lahir dan cowok, mereka baru puas. Dan laki gue? Dia sama aja kayak keluarganya yang lain. Dia makin ngemanjain dan sayang sama gue setelah gue ngelahirin anak cowok."

Waktu dengerin cerita itu, gue shock seketika. Sumpah ya, ini benar-benar bertolak belakang dengan penilaian pertama gue soal dia.

"Tapi enak kan, Ci, dibeliin barang-barang branded mulu," gue coba buat bercanda karena nggak kuat melihat wajah sedihnya.

Sepertinya gue salah omong karena bukannya ketawa, dia malah makin sedih. "Lo pikir itu buat gue? Lo salah besar. Laki gue emang ngebeliin barang-barang branded itu, tapi itu bukan karena gue yang suka. Dia yang ngebentuk gue buat suka barang-barang itu. Dia malu kalau ada yang tahu istrinya ini makai barang murah. Pernah gue diajak temen gue ke ITC dan gue beli dress. Dressnya bagus dan dia suka. Tapi lo tahu apa yang terjadi begitu dia tahu kalau dress itu gue beli di ITC? Dress itu langsung dikasih ke pembantu gue karena bagi dia gue haram makai barang ITC."

What? Err, oke. Cerita ini makn bikin gue shock.

"Ini ya, kalau aja laki gue tahu kemaren lo ngajak gue makan di pinggir jalan, dia bisa ngamuk. Dia nggak peduli kalau sate yang kita makan kemaren itu enak banget. Bagi dia, nggak penting enaknya gimana, tapi nama tempatnya apa." *sebelumnya gue abis makan sate di Sabang sama dia*

"Masih untung dia ngijinin gue kerja karena sebenernya dia maksa gue buat jadi ibu rumah tangga aja dan fokus ke anak-anak. Gue nggak mau. Bukan karena gue nggak sayang sama anak-anak, tapi gue cuma butuh waktu dimana gue masih bisa jadi diri gue sendiri sebelum nantinya gue bener-bener udah nggak punya hak apa-apa lagi atas diri gue."

Detik itu juga mata gue terbuka kalau apa yang selama ini jadi impian gue ternyata hanya gue lihat permukaannya saja. Gue nggak pernah melihat lebih jauh lagi. Bagi gue, nikah sama 'pangeran' dan hidup enak itu adalah segala-galanya, tapi sedikitpun gue nggak pernah berpikir apa iya seenak itu? Apa iya bisa bahagia? Dan sekarang, di depan gue, ada orang yang selama ini bikin gue mupeng, tapi ternyata kehidupannya nggak sebahagia yang gue kira. Dia mengajak gue menyelami apa yang ada di balik fairy tale yang selama ini gue agung-agungkan.

"Banyak yang bilang ke gue, lo sih enak, tinggal ongkang-ongkang kaki juga duit masuk terus. Kalau aja mereka tahu, gue yakin mereka tetap akan memilih kehidupan mereka ketimbang jadi kayak gue."

Gue tertohok. "Gue pernah berpikiran kayak gitu, Ci. Sorry."

"Lo masih kecil, masih panjang jalan lo. Gue bukannya mau menakut-nakutin lo, tapi gue cuma ingin lo melihat keinginan lo itu dari dua sisi, ada yang kayak gue, tapi ada juga yang benar-benar bahagia. Waktu seumuran lo, gue cuma melihat dari satu sisi doang."

She's totally right. Gue cuma melihat dari satu sisi, yaitu yang enak-enaknya doang. Urusan kemungkinan buruk yang mungkin terjadi, gue nggak pernah melihatnya -atau mungkin sengaja menutup mata karena belum siap? Bisa saja. Namun di malam tahun baru ini, gue mendapat pelajaran penting. Dari Ci N, gue belajar satu hal: " Marriage is not a fairy tale because happily ever after will start after the wedding day hanya ada di dongeng Disney."

In this post, I wanna say thank you so much for Ci N who taught me a very important things about marriage. Hope you will get your happiness soon, Ci. Kisses and Hugs.

Love,
iif
SHARE:
Next PostNewer Post Previous PostOlder Post Home

2 comments

BLOG TEMPLATE CREATED BY pipdig