Prolog: Pagi-pagi, waktu lagi scrolling timeline di atas kereta, nggak sengaja baca twitnya Ari (@lowbiker) yang isinya "Dalam Sebuah Menit". Trus kepikiran buat bikin cerita dari twit itu soalnya bagus untuk judul FF. So, here it is....
Dalam Sebuah menit
(Oleh: Ifnur Hikmah)
Dalam sebuah menit. Enam puluh
detik yang terasa begitu lamban. Jarum jam terlihat bergerak dengan susah
payah. Dan aku. Menghela nafas dengan susah payah.
Kalimat itu masih terngiang jelas di telingaku. Seperti kaset rusak yang memutarkan lagu yang sama berulang-ulang kali. Sakit.
Kalimat itu masih terngiang jelas di telingaku. Seperti kaset rusak yang memutarkan lagu yang sama berulang-ulang kali. Sakit.
“Let me go. You can't do anything. Please, let me go."
Pahit kopi yang menjalari
kerongkonganku masih terasa. Sepahit kenyataan yang berusaha kureguk.
"Haruskah?"
Kucoba untuk bertanya. Ah, baru
semenit berlalu. Menit yang terasa sangat lamban.
Bukankah ketika kita terpaksa melakukan sesuatu yang tidak disukai,
waktu bergerak relatif lebih lambat?
Hanya perasaan.
Seperti kalimat menyakitkan yang
barusan kudengar. Bukan kenyataan. Hanya perasaan.
"Please...."
Sekali lagi, satu menit yang
menyiksa memerangkapku.
"Percuma mempertahankan apa
yang sejak dulu sebenarnya sudah hancur. Hanya kita yang membutakan mata dan
menganggap semuanya baik-baik saja. Nyatanya, tidak ada yang baik-baik saja
diantara kita."
Kuteguk salivaku sendiri. Sekedar
pengalihan dari rasa sakit yang menjalari hatiku. Haruskah kuikuti
keinginannya? Seperti selama ini aku selalu mengiyakan apapun perkataannya.
Dalam sebuah menit yang bergerak
lamban, enam puluh detik yang terasa berkali-kali lipat lebih lama, kupaksakan
mata untuk menatapnya. Raut kesakitan di wajahnya. Sorot penuh permohonan di
matanya. Tarikan nafas berat yang berusaha di lakukannya.
"Please...."
Rasanya, sudah berjam-jam aku
bergeming di posisiku. Berdiri kaku dengan tatapan tajam tertuju ke arahnya.
Juga dia, sosok yang tak henti memohon agar aku melepasnya.
Mungkin. Melepasnya jadi yang
terbaik untuknya. Untuk kita.
"Pergilah. Aku ikhlas."
Satu menit yang bergerak sangat lambat hingga akhirnya aku merelakan dia untuk
pergi. "Tunggu aku. Di surgamu."
0 Comments:
Post a Comment