[book review] Lola And The Boy Next Door by Stephanie Perkins

Leave a Comment
Lola And The Boy Next Door
Stephanie Perkins

(Sebenarnya mau cover yang ini biar serasi dengan cover Anna and The French Kiss tapi sayangnya di Kino enggak ada cover ini jadi beli cover satu lagi deh)




Cuma tiga keinginan Lola Nolan: 1) datang ke pesta sekolah dengan gaun ala Marie Antoinette dan combat boots, 2) orangtuanya menyukai pacarnya, Max, dan merestui hubungan mereka, 3) si kembar Bell yang juga tetangganya enggak pernah kembali lagi ke Country, San Fransisco.
Lola merasa hidupnya berubah ketika rumah keluarga Bell yang letaknya pas di sebelah rumahnya kedatangan penghuni baru yang ternyata adalah keluarga Bell itu sendiri. Setelah dua tahun hidup pindah-pindah demi karir Calliope Bell sebagai figure skating, akhirnya mereka pulang ke San Fransisco karena Calliope ingin kembali ke pelatih lamanya. Tentu saja kembaran Calliope ikut pindah, Cricket Bell, cinta pertama sekaligus orang pertama yang membuat Lola patah hati. Awalnya mereka bersahabat sampai akhirnya Calliope merasa terlalu gengsi bersahabat dengan Lola yang quirky, tapi Cricket masih bersahabat dengan Lola. Malah menunjukkan gelagat menyukai Lola. Sayangnya, pertemua terakhir mereka sebelum Cricket pindah membuat hubungan mereka jadi enggak baik lagi.
Tapi, ketika bertemu dengan Cricket mau enggak mau Lola merasa masih menyukai Cricket. Padahal dia sudah punya pacar, Max, a geeky-rocker, yang sayang banget sama dia. Lola makin pusing setelah Cricket bilang dia suka sama Lola. Tapi Cricket dengan gentle mundur karena Lola sudah punya Max dan berjanji akan menjaga hubungan mereka sebatas teman saja. Lola setuju.
Finally I read this book. Setelah selesai membaca Anna andThe French Kiss, gue sakau Etienne. Tiap hari di kantor bawaannya mau ke GI/PI aja buat beli bukunya tapi ditahan. Sampai akhirnya pas main ke GI sama anak-anak kantor refleks pergi ke Kino dan impulsive beli buku ini.
I love this book meski lebih kompleks dibanding Anna. Ceritanya sendiri lebih kompleks dengan konflik berlapis. Jika Anna remaja banget tentang sahabat dan cinta lalu terselip unsur keluarga gimana Anna dan Etienne sama-sama enggak menyukai ayah mereka. Di Lola, masalah keluarga dan cintalah yang dominan sedangkan sahabat enggak terlalu. Lola sendiri merupakan cewek remaja yang punya banyak isu. Dia dibesarkan oleh orangtuanya yang berupa pasangan gay. Jadi, ibunya Lola hamil oleh pacarnya yang kabur. Karena enggak punya kerjaan dan bukan tipe cewek yang mau kerja, tapi enggak mau aborsi juga, Lola diadopsi oleh pamannya, Nathan, dan pasangannya Andy. Mereka jadi satu keluarga. Dari sini aja udah ketahuan betapa kompleksnya hidup Lola. Di tengah cerita, ibunya, Norah, yang lagi-lagi diusir oleh pemilik apartemen karena nunggak bayar akhirnya ikut tinggal di rumahnya.
Masalah Lola yang lain tentu saja hubungannya dengan Max dan Cricket. Jika di Anna, Etienne yang ngefriendzone, maka di sini Lola yang ngefriendzone Cricket. Sebenarnya gue agak kesal dengan sikap Lola yang enggak tegas ini karena kasihan Cricket, tapi seperti gue yang enggak bisa benci Etienne meski dia pantas dibenci, gue juga enggak bisa benci Lola.
I love every character in this book. Lola is a quirky girl. She doesn’t believe in fashion, but she believe in costume. Itu sebabnya setiap hari Lola tampil beda. Enggak cuma bajunya yang aneh, tapi dia juga pakai wig. Baginya pantang tampil sama setiap hari. Menurut Max, she is a liar, has a identity crisis, labil, tapi Cricket justru bisa melihat itulah diri Lola yang sebenarnya. Cricket bisa maklum dengan kebiasaan Lola ini karena inilah dia.
Karakter pendukungnya juga gue suka. Calliope yang egois tapi sebenarnya manja, sahabat Lola, Lindsey, yang terobsesi cerita detektif, Heaven to Betsy alias anjing Lola, dan kedua ayah Lola, Nathan dan Andy. Benar kata Max, menghadapi satu ayah yang protektif aja sudah susah, apalagi ini dua orang ayah sekaligus.
Chemistry. Gue suka cara Stephanie membangun chemistry dengan adegan sederhana. Gue suka mupeng ngebayangin Cricket melempar toothpick ke jendela kamar Lola lalu pas Lola buka gorden, dia udah melihat Cricket duduk di jendela. Lalu mereka ngobrol lewat jendela. Juga ketika Cricket menaruh papan pembatas lemari di antara jendela dan menjadikannya jembatan waktu dia mau menghibur mereka. I love this.
Sekarang, kalau ditanya siapa yang akan gue pilih, Cricket atau Etienne? Pertanyaan yang susah karena charming mereka beda. Etienne tipe prince charming yang manis, nice, dan easy going sehingga gampang disukai siapa saja. Sedangkan Cricket tipe geek charming yang suka bikin konstruksi sederhana lewat fisika dan matematika yang clueless kalau soal cewek tapi nice dan lembut banget. Meski Etienne pendek dan Cricket tinggi, mereka punya karisma sendiri. Cuma gue agak males ketika Lola memuji-muji karisma Etienne dan iri sama Anna yang beruntung. Gila, kesannya dia maruk gitu. Udah punya pacar Max dan ditaksir Cricket, masih aja mupeng lihat Etienne, hehe.
Oh, satu lagi yang gue benci. Di sini Etienne dan Anna PDA mulu. Kan, gue cemburu haha.
Overall, I love this book. Gaya bercerita Stephanie masih enak untuk dinikmati. Khas remaja banget. Kalau Anna and The French Kiss bikin kita pengin ditembak di puncak Notre Dame, maka Lola and The Boy Next Door bikin kita pengin punya tetangga ganteng.

Dan sekarang gue cuma mau bilang: Stephanie Perkins, I want Isla And The Happily Ever After RIGHT NOW!!! Haha
SHARE:
Next PostNewer Post Previous PostOlder Post Home

0 Comments:

Post a Comment

BLOG TEMPLATE CREATED BY pipdig