[Indonesian Romance Reading Challenge] #33 Simple Lie by Nina Ardianti

2 comments
Simple Lie
Nina Ardianti



Rere: cantik, baik, pintar, populer, aktif di kampus, humble, demenan semua cowok.
Fedi: ganteng, caring, tanggungjawab, pintar, baik, nice, charming, idaman semua cewek.
Ilham: ganteng, nyebelin, jorok, sebenarnya peduli tapi dengan cara ngeselin, minta ditimpuk, pintar, rajin shalat, suka nyela dan ngeledek. Tiap ketemu bawannya minta dipites.
Rere merasa hidupnya sempurna banget ketika pacaran dengan Fedi. Her perfect boyfriend. Iyalah, pas anniversary setahunan tiba-tiba dikasih kado di tengah kantin yang rame, kurang sweet apa coba? Tapi, semuanya berubah ketika Fedi jadi project officer Festival Jazz di kampus dan itu bikin dia sibuk banget. Belum lagi jabatannya di senat, kompetisi manajemen entah apalah itu, jadi waktu buat Rere berkurang. Di lain pihak, Rere akrab dengan Ilham. Ilham bikin Rere nyaman dengan caranya sendiri. Caranya Ilham yang beda banget sama Fedi. Ilham yang, kalau dilihat kasat mata, enggak banget dan mendingan Fedi ke mana-mana tahunya malah munculin butterfly di perut Rere. Sampai Rere bingung milih, Fedi atau Ilham?
Akhirnya gue baca juga novel utuhnya Nina Ardianti, hehe. Di saat orang-orang heboh dengan Ferdian Arsjad, gue malah baca novel lamanya Nina yang udah enggak bisa ditemuin di mana-mana ini. Bukannya bersikap antimainstream—hidup hipster haha—tapi yang tersedia cuma ini, hehe. Gue baru baca cerita Nina di blognya, Meet Cute, and I’m falling in love with her writing style. Tapi, ya, emang belum jodoh sama Restart. Ada aja halangannya pas mau beli buku itu. Janji, deh, abis ini beli. Kenapa? Karena, sama seperti Meet Cute, gue juga jatuh cinta dengan gaya menulis Nina di Simple Lie ini.
Oh ya, buat yang baca review ini, enggak usah iri gitu, deh, lihat gue bisa punya Simple Lie, hehe. Di saat gue bingung nyari buku ini ke mana, ternyata Mbak Yuska punya. Dengan enggak tahu dirinya gue minjem. Eh, dengan baik hatinya Mbak Yuska ngomong, “buat kamu aja, deh, If.” Huwaaa… ditawarin gitu? Dengan makin enggak tahu dirinya ya jelas gue terimalah. Enggak terhitung ini buku ke berapa yang Mbak Yuska kasih ke gue, hehe. Makasih, Mbak.
Back to this book. I love this book. Bahasanya mengalir santai. Sekarang, gue enggak terlalu suka sebenarnya dengan gaya menulis yang sangat santai kayak gini. Tapi, back to these year ya, tahun segitu emang banyakan buku pop gayanya begini. Buku luar pun begitu. Jadi, ya, dinikmati aja. Gue enjoy, kok. Apalagi dialog-dialognya. Real banget.
Soal setting, itu bikin gue kangen kampus. Ini UI, kan, Kak Nina? Secara gue anak UI, jelas aja gue bisa ngebayangin di mana-mana aja lokasinya. Meski gue anak FISIP, gue sering, kok, makan di Kantek. Yah, FISIP, kan, banyakan cewek sedangkan Teknik banyakan cowok. No wonder-lah anak FISIP makan di Kantek. Apalagi pas semester satu, pas ada larangan anak baru makan di Takor. Jadilah kalau enggak ke Kansas ya ke Kantek. Lagian, makanan di Kantek lebih murah dari pada Takor. *kok ini jadi bahas kantin?*
Karakteristiknya juga gue suka. Gue maklum sama kesibukan Fedi. JGTC gitu, lho. Gue dateng, kok, pas JGTC 2007. Itu tahun pertama gue kuliah. Sebagai anak baru ya wajarlah norak-noraknya datengin semua acara kampus. Lagian, enggak hype banget sih, enggak nonton JGTC? (Yakin aja ini JGTC, hehe. Sebenarnya, Festival Jazz FE ya JGTC. Dan secara ini dibikin tahun 2007 jadi gue berasumsi ini JGTC 2007. Dooh, enggak penting, If, haha.)
Anyway, gue cinta ILHAM. Memang, sih, gue suka Ilham sejak baca Meet Cute. Apalagi waktu itu gue lagi suka-sukanya sama cowok Tukang Tambang *enggak enak banget nyebut profesinya begini haha* dan Ilham kerja di pertambangan. Novel ini bawa kita balik lagi ke masa-masa Ilham masih kuliah dan bikin lebih kenal Ilham. Gila, ya, dibalik semua sikapnya Ilham yang annoying, dia, tuh charming-nya enggak ketulungan. Memang, sih, Fedi itu pacar yang baik. Cuma, gue ngerasa kalau pacaran sama Fedi, tuh, ngebosenin. Mending Ilham. Kayak rollercoaster, hehe.
Tapi, gue nanya, nih. Jadi, sebenarnya Ilham itu sama Rere atau sejak dulu jadi frigid gitu sama cewek-cewek karena naksir mati sama Syiana, sih? Itu, Stuck-nya, mohon dilanjutin ya, Kak Nina *dikeplak* hehe.
Ketika gue masuk bab terakhir, gue jadi benci sama semua tokoh. Memang, sih, hidup ini kayak spiderweb. Kita enggak pernah tahu kita bisa berkenalan dengan siapa melalui orang yang kita kenal. Ya, namanya juga nasib. Kita enggak pernah bisa menebak orang-orang yang kita kenal bisa menghubungkan kita dengan orang lain lalu membentuk nasib baru. Tapi, begitu baca buku ini gue jadi benci sama semuanya. Fedi, sih, kasian. Ngenes banget nasibnya. Tapi, gue juga benci karena dia enggak fight. Kesannya, kok, cemen gitu, sih. Rere juga jadi stupid bitch yang sukses bikin gue ilang simpati sama dia. Ilham juga licik, sih, cuma karena dia ganteng jadi dimaafin, hehe.
Sebenarnya masalah mereka, tuh, simple. Cuma egonya tinggi jadinya make jalan licik dan muter-muter enggak penting untuk ngedapetin semua yang mereka mau.
Oh ya, Ilham tinggal di Tanjung Barat. Di Tanjung Mas Raya, ya, kak Nin? Di blok apa? Gila, ya, empat tahun kuliah plus dua tahun setelah lulus sampai sekarang, gue, kan suka bolak balik sana. Coba tahu dari dulu. Kali-kali bisa mampir. Harus makin sering main ke Tanjung Barat, nih *numpang di rumah Rhara*.
Overall, Simple Lie is light book. Page turner banget. Tapi…. Ilham ternyata enggak bisa bikin gue move on dari ETIENNE ST. CLAIR (Anna and the French Kiss. Review di sini). Padahal tadinya mau baca buku lain karena mau move on dari Etienne. Tapi, gagal.
Dooh, kurang charming apa, sih, Ilham. Apalagi sekarang. Ilham udah dewasa. Tapi, tetap aja kalah dari Etienne. Huhuhu… (penutup yang enggak penting).

Intinya, gue abis ini harus baca Restart. Lebih hot mana, sih, Ilham atau Ferdian? Kayaknya, sih, gue bakal setia jadi #TeamIlham. Good job Kak Nin… *uyel-uyel Etienne*
Btw, buku ini typo beredar di mana-mana. Udah, sih, komplen besarnya cuma itu, hehe.
SHARE:
Next PostNewer Post Previous PostOlder Post Home

2 comments

  1. Aww UI!! Seumur-umur cuma sekali ke Kantin Teknik. Iya murah banget makanannya dan... Satenya enak. Mwahaha... Biasa lebih banyak main ke Fisip, Sastra, sama Ekonomi. Wah baca buku ini bisa serasa nostalgia nih.

    ReplyDelete

BLOG TEMPLATE CREATED BY pipdig