Reasons
Aditia Yudis
Adeline: “Aku bisa saja meminta
bantuan Sigit, tapi aku takut semua jadi rumit.”
Sigit: “Baru kali ini ada yang
mengajakku makan malam. Amber memang menarik, tapi…”
Amber: “Jadi, Abi mau pergi? Kenapa
dia bisa tega meninggalkanku?”
Abi: “Aku hanya ingin Adeline
tahu, bahwa dia lebih baik dari yang dia kira.”
Adeline dan Amber bertemu dalam
satu titik kehidupan. Mereka punya impian yang sama. Tapi hanya satu yang bisa
mencapainya. Awalnya, mereka pikir persaingan itu hanya sementara. Tapi ternyata
masa depan mereka pun saling bertautan, karena beberapa alasan.
Gue mengikuti novel ini sejak
masih berupa ide doang sampai akhirnya jadi buku. Ya, sempat jadi tong sampah
Adit juga curhat sepanjang nulis novel ini, hehehe. Seru, sih, but by the time gue baca novel ini, utuh
dalam bentuk buku, perasaannya enggak se-excited
seperti tiap kali gue megang buku baru. Karena gue udah ngerasa pernah kenal
dengan tokoh di dalamnya. Jadi, istilahnya gue kayak ketemu teman lama dan
mengungkit kembali memori gue tentang dia. Enggak seperti baca novel baru yang
gue excited seperti ketemu teman baru
yang bikin gue pengin kenal terus soal dia.
Allright. Buku ini bercerita tentang
Adeline dan Amber. Amber is a popular
girl and Adeline just a mediocre. Keduanya sama-sama pengin dan punya
alasan kuat untuk memenangkan lomba karya ilmiah yang nantinya membawa mereka
ke universitas idaman. Tapi, hanya satu yang menang. Adeline is the winner. Tapi, Amber enggak bisa menerimanya. Dia pun
mengusik kehidupan Adeline dan mempersulit jalan Adeline untuk kuliah. Setelah semua
permasalahan di antara mereka selesai di malam prom, Adeline dan Amber merasa bisa kehidupan mereka yang baru di
universitas. Tapi takdir kembali mempertemukan mereka. Kali ini membawa serta
tokoh baru, Sigit dan Abimantra.
Ini bukan pengalaman pertama gue
baca buku Adit meski ini adalah buku YA pertama dia yang gue baca—novel YA
pertama Adit juga, CMIIW. Jika dibandingin dengan novel sebelumnya, gue lebih
suka novel YA ini. Mungkin karena saat ini gue lagi dalam mode YA-minded juga kali, ya,
but seriously, lebih enjoy aja
bacanya. Enggak skip-skip. Idenya fresh
dan remaja banget. Bullying is the
biggest issue in teenage life right now. Apalagi kalau udah bawa-bawa dunia
cyber—meski gue ngarepnya pelaku bully lebih jahat lagi dalam manfaatin
internet hehehe *masukan gue buat dibikin jahat enggak diterima hahaha*. Di buku
ini kita diajak untuk melihat dari sisi pelaku dan korban bully sekaligus. Serunya, keadaan jadi berbalik di pertengahan ke
belakang. Si pelaku akhirnya jadi korban, dan sebaliknya. The power of revenge *spoiler yak? Hahaha*
Dari novel-novel sebelumnya, gue
suka karakter di sini. Alasan masing-masing tokoh untuk berbuat sesuatu cukup
kuat sehingga membuat pembaca bisa ngebenerin tindakan mereka. Istilah
simpelnya, enggak hitam putih banget. But sometimes I found Adeline itu
gengges. Actually, cewek sok kuat
memang ada bakat buat jadi gengges, sih, hehe.
Tapi yang agak disayangin adalah
bahasa yang dipakai. Di beberapa part
agak masih kaku. Terutama pada percakapan. Buat ukuran remaja, bagi gue ada
yang masih kaku—my bad gue enggak
bisa nandain karena bacanya di kereta hehe—cuma gue inget banget ada satu
dialog Amber-Marina yang kesannya kaku. Cuma, untung aja enggak banyak.
Teknis. Gue suka benget
ilustrasinya. Pertama kali dikasih lihat ilustrasi tiap bab sama Adit, gue
langsung teriak suka. Gila, itu ilustrasi The Hobbit detail banget. Udah enggak
kehitung berapa kali gue memuji-muji illustrator ini. keren.
Tapi gue juga bermasalah dengan
teknis alias editan. Typo cuma dua
kali gue temuin, gue lupa katanya apa tapi gue inget kurang guruh g. Tapi, sering
banget ditemuin enggak ada spasi antarkata. Errr…. Karena jumlahnya lumayan
jadi agak ganggu.
So
far, I like this book. Not another typical teenlit book, hahaha. Favorit gue? Jelas dan
masih selalu suka Fili dan Kili. Siapa mereka? Baca aja haha.
General Discussion
Questions
1. First Impression
Gue suka kovernya.
Tapi, kalau aja Adit senarsis gue, gue yakin dia enggak suka dengan pemilihan
warna di nama penulis. Enggak eye
catching dan cenderung nyaru sama background
di belakangnya. Cuma gue suka warna peach
yang mendominasi cover. Fresh.
2. How did you experience the book?
Udah gue jelasin di
atas. Secara gue udah hafal ceritanya, bacanya ya sekadar senang-senang aja. Udah
enggak mikir lagi.
3. Characters
Karakter cukup kuat
di mana karakter pendamping enggak mengambil podium karakter utama. Tambahan karakter
kucing, Fili dan Kili, bikin terasa banget sense
of teenager-nya.
4. Plot
Mengambil plot maju
dan penceritaan sangat runut dan detail.
5. POV
Menggunakan PoV orang
ke-3 sehingga kita bisa tahu semua yang terjadi pada Adeline dan Amber, juga
tokoh pendamping seperti Sigit, Abimantra, Marina, Bang Rizal, serta Fili dan
Kili, hehehe.
6. Main idea/theme
Senior year drama.
Tahun terakhir sekolah merupakan masa-masa paling krusial di usia sekolah dan
memang banyak drama yang muncul di tahun terakhir ini. Drama ini bisa tentang
keluarga, sahabat, persaingan, cinta, dan juga pencarian jati diri—masalah alamiah
yang dialami setiap remaja.
7. Quotes
“Namun, bukankah
seperti itu dunia bekerja? Mereka yang bisa berpikir positif akan menyebutnya
prinsip kesetimbangan. Si cantik kelihatan lebih berkilau karena ada si jelek. Ada
si kaya, ada si miskin. Kemudian, si beruntung pun merasa lebih hebat dari si
tidak beruntung.”
Oh, satu kalimat yang
paling gue suka banget.
“Padahal selama ini
bagi Adeline hanya tiga pria yang bisa disebut tampan di dunia ini, yaitu
George Clooney, Chris Pine, dan BENEDICT CUMBERBATCH.” *insert emote
fangirling*
8. Ending
Cukup memuaskan
meski, kok, Sigit jadi dangdut gitu? Hahaha.
9. Questions
Kak, kemunculan
istilah Star Trek dan The Lord Of The Rings sebagai bagian dari misi
mencerdaskan remaja, ya? Hahaha.
10. Benefits
Bikin kangen
masa-masa SMA terutama senior year
yang memang banyak drama. Terutama part
Amber karena drama yang dirasa Amber setengahnya gue rasa juga, hehehe.
0 Comments:
Post a Comment