[Indonesia Romance Reading Challenge] #45 Swiss: Little Snow In Zurich by Alvi Syahrin

Leave a Comment
Swiss: Little Snow In Zurich
Alvi Syahrin



Setelah ibunya meninggal, Yasmine diajak pindah ke Swiss oleh ayahnya dan tinggal di sana. Yasmine punya satu tempat favorit, sebuah dermaga di pinggir danau Zurich. Dia biasa datang ke sana sepulang sekolah, sekadar untuk memotret atau melemparkan sandwich ke tengah danau untuk dimakan angsa. Di dermaga itu pulalah dia bertemu Rakel, anak laki-laki dengan senyum jail yang enggak pernah kehabisan bahan untuk menggoda Yasmine. Termasuk memotret Yasmine dengan zoom yang berlebihan.
Suatu ketika, Rakel yang pada dasarnya sudah iseng memutuskan untuk masuk ke kelas Yasmine, padahal mereka beda sekolah. Yasmine memperkenalkan Rakel kepada kedua sahabatnya di sekolah, Dylan dan Elena. Dylan dan Elena terlihat kaget waktu bertemu Rakel, tapi Rakel hanya bilang mereka teman lama. Yasmine enggak percaya dan yakin ada sesuatu di antara mereka.
Lalu, ketika Rakel mengajak Yasmine melakukan Agenda Musim Dingin, Dylan dan Elena merasa harus menyelamatkan Yasmine dari Rakel. Karena Rakel masih hidup di masa lalunya, masa lalu yang enggak diketahui Yasmine.
Alright.
Ini STPC Bukune pertama yang gue baca dan STPC ketiga secara keseluruhan *my bad*. Sejak awal, gue udah tertarik dengan novel ini karena setting yang enggak biasa, yaitu Swiss. Tapi gue sempat mundur karena belum kenal tulisan Alvi sebelumnya. Untunglah ketika hadiah menang lomba dari Bukune datang, gue dapat tiga STPC Bukune, salah satunya ini. Awal membaca, gue enggak menaroh ekspektasi apa-apa, hanya sekadar pengin senang-senang aja.
But I found this book is mooooooore interesting. Surprisingly, I love this book so much. Gue enggak tahu apa faktor utama yang membuat gue menyukai buku ini. Entah setting Swiss yang cantik banget, ceritanya yang remaja banget dengan konflik berlapis, atau cara Alvi membawakannya? Entahlah. Intinya adalah gue suka banget sama buku ini. Dan, bikin gue kangen belajar Bahasa Jerman lagi. Untung Bahasa Jerman yang diselipin di buku ini masih gue mengerti tanpa harus lihat terjemahan jadi enggak ada yang mengganggu keasyikan gue baca buku ini.
Gue pengin mengacungkan dua jempol atas riset luar biasa yang dilakukan Alvi. Juga kepiawaiannya menyelipkan detail lokasi tanpa membuat pembaca—khususnya gue—jadi kayak baca brosur wisata. Dan keputusan tepat membuat setting di musim dingin karena cerita yang sendu jadi semakin sendu dengan latar musim ini. Dan detail kecil terkait Swiss yang memperkaya cerita membuat cerita ini jadi makin hidup. Gue enggak tahu lagi harus berkomentar apa soal setting dan cerita. Two thumbs up.
Tokoh-tokohnya pun lovable. Gue memang jarang bisa suka sama cewek menye-menye dan lebih suka cewek nyablak yang terkesna kuat. But somehow, gue suka kepolosan yang ditampilkan Yasmine. Enggak gengges, Alhamdulillah, haha. Gue juga suka Rakel. Oh no, I have a crush on him, he-he-he. Gue suka Rakel yang dibalik sikap jail dan to the point-nya ternyata menyimpan masa lalu yang sedih. Elena dan Dylan pun gue suka. Dan, gue berharap Dylan akan menemukan cintanya yang sebenarnya. Plis Alvi, bikin dong side storytentang Dylan, he-he-he.
Gue suka gaya menulis Alvi. Jangan harap ada romantisme berlebihan di sini karena sepanjang buku yang ditulis Alvi adalah kisah keseharian yang sederhana, apa adanya, minus gombalan super romantis tapi justru terlihat sangat manis. Gue serasa baca buku terjemahan, which is, semakin memperkuat unsure luar negerinya. I like it.
Ada beberapa bagian yang membuat gue menangis, terutama surat Kelly.
Gue suka endingnya. Mungkin gue akan ilfil kalau ending Rakel dan Yasmine sempat bertemu karena itu akan terkesan mengada-ada. Untunglah enggak, ha-ha-ha.
Tapi, gue juga punya sedikit keluhan. Selain typo yang yaudahlah ya, di luar kuasa Alvi juga. Buku ini terlalu minim dialog. Gue kurang menikmati proses jatuh cinta Yasmine karena lebih banyak disampaikan lewat narasi. Gue berharap ada tambahan interaksi dan dialog antara Yasmine dan Rakel sehingga proses jatuh cintanya lebih terasa.
Tempo juga kurang terjaga dengan baik. Bagian awal terasa cepat banget lalu memelan di pertengahan dan akhir kembali cepat. Malah seperempat akhir ini tempo terasa sangat sangat sangat cepat. Untungnya sih masih bisa dinikmati.
Overall, gue suka buku ini. mungkin gue sedikit mempertimbangkan untuk baca Dilema, he-he-he. Good luck, Alvi (dan karena buku ini gue baru tahu kalau Alvi itu cowok. Kirain cewek, haha).
Dan, sepanjang membaca, gue ngebayangin Rakel itu kayak Douglas Booth, he-he-he.

SHARE:
Next PostNewer Post Previous PostOlder Post Home

0 Comments:

Post a Comment

BLOG TEMPLATE CREATED BY pipdig