Goodnight Tweetheart
Teresa Medeiros
TOP: What are you wearing today?
Me: Little black dress like
Audrey Hepburn in Breakfast at Tiffany with old sweater. You?
TOP: Simple navy shirt with
fedora.
Me: Let me guess. The fedora who
you always wear in your concert?
TOP: My favorite one.
Me: Wanna wear that too.
TOP: You can wear it if you want.
*cough* What about your book? Any progress?
Me: If I say that sitting in
front of laptop, daydreaming about you, listening to your music and found that I
don’t write anything as a progress. *sigh*
TOP: Don’t push yourself. You need
to take a rest, you know that.
Me: I don’t know, actually.
TOP: So, come to my house and I will
help you to make some rest.
Me: Can I?
TOP: Yeah
Me: *jump into a bus*
TOP: *waiting for you*
Me: Goodnight Sherlock.
TOP: Goodnight Watson.
Me: Goodning Doctor.
TOP: Goodnight Amy Pond.
Me: Goodnight St. Clair
TOP: Goodnight Anna.
Me: Goodnight Sebastian.
TOP: Goodnight Tweetheart.
*dan
kemudian hening*
Percakapan di
atas hanya delusional semata. Gabungan antara daydreaming yang enggak kunjung usai dan efek romantis abis baca Goodnight Tweethart.
Meet Abigail Donovan. Penulis yang buku pertamanya
sukses besar dan membuatnya jadi terkenal, plus
terpilih dalam Oprah Book Club. Sekarang Abby tengah pusing karena stuck di bab lima buku keduanya dan terus-terusan
mengalami writer’s block. Sampai akhirnya
publisher dia ngenalin Abby ke
Twitter.
Di Twitter,
Abby enggak sengaja bertemu Mark Baynard. Profesor sastra Inggris yang sedang
cuti dan liburan keliling Eropa. Mereka pun DM-DMan yang selalu diawali dengan
pertanyaan Mark tentang pakaian yang dikenakan Abby dan dibalas Abby dengan
pertanyaan yang sama. Mereka langsung akrab. Mulai dari mengobrol tentang hal
umum, balas-balasan seputar pop culture
(book, movie, tv serial, etc) sampai ke pembicaraan serius tentang Mark
yang selalu menyemangati Abby untuk enggak menyerah menyelesaikan buku
keduanya.
Tapi, ada
sesuatu yang enggak disangka-sangka Abby disembunyikan Mark darinya.
I LOVE THIS BOOK SO MUCH.
Sumpah, baca
buku ini serasa nonton romcom ala-ala Nora Ephron gitu deh. Perasaannya sama
kayak abis nonton When Harry Met Sally
atau Sleepless In Seattle gitu. Sukaaakkk…
Dan bukunya
kekinian banget meski kayaknya ditulis di awal-awal maraknya Twitter. Oke, gue
memang telat karena baca buku ini sekarang, tapi seruuu. Formatnya unik, dibikin
percakapan ala-ala Twitter. Dan dari percakapan itu kita bisa menebak sifat
kedua tokoh utama ini. Tapi isi bukunya enggak melulu kayak twitter. Ada juga
bagian kehidupan Abby di luar Mark dan DM-DM mereka, seperti Abby dan buku
keduanya, Abby dan nyokapnya yang bipolar sekaligus dementia, Abby dan
sahabatnya Margo, Abby dan publisher serta editornya, plus kucing-kucing Abby
yang lucu, Willow Tum Tum dan Buffy The Mouse Slayer.
Deskripsi
Teresa di beberapa bagian pas. Awalnya gue sempat skeptis enggak akan mengenal
kedua tokoh karena cuma berupa dialog 140 karakter. Ternyata gue salah. sifat
keduanya tergambar dengan jelas. Good job,
Teresa.
Mark Baynard.
Sumpah, gue kehabisan kata-kata tentang cowok ini. GIMANA GUE ENGGAK KESENGSEM
SAMA COWOK YANG TAHU SEMUA HAL KETIKA NGOMONGIN FILM, BUKU, DAN SERIAL TV?
AAKKKK… Mau bangetlah ketemu cowok yang ketika gue ngomongin Gandalf malah bisa
nyamber dengan hal lain, bukannya bengong dan menatap gue aneh *curhat dikit*.
Dan
endingnya yang super duper manis tapi enggak lebay.
Buku ini
termasuk tipis dan ringan. Cocok dibaca saat santai, apalagi jika lo Twitter
addict *like me* dan penulis yang struggling
sama buku berikutnya karena otak yang mendadak mandeg *like me*. Teresa Medeiros
membuat gebrakan hebat ketika menulis dengan format seperti ini. Me likey…
Jadi penasaranlah
baca bukunya Teresa yang lain.
(Dan gue
beli buku ini di diskonan Periplus dengan harga 10.000 saja. Wohooo…)
0 Comments:
Post a Comment