Melbourne
Winna Efendi
This is
the story about the one that got away.
Max kembali ke Melbourne, kota yang dulu ditinggalkannya. Dia pun
bertemu dengan Laura lewat sebuah siaran radio. Hal itu memutar kembali
kenangan yang pernah dilewatinya bersama Laura di kota itu. Mereka kembali
bersahabat.
Bisakan sepasang mantan kekasih bersahabat?
Setidaknya, itulah tema besar dari novel Melbourne karangan Winna Efendi
ini.
Fix, telat banget gue baru baca novel ini sekarang, setelah hype STPC
selesai. And I like this novel. Very very
very like it. Kesan yang gue tangkap selama membaca novel ini tuh sendu,
sesuai dengan gaya menulis Winna yang lembut dan unsur di dalam novel itu
sendiri (perasaan yang sama yang gue rasain setelah membaca London karangan
Windry Ramadhina).
I’m not
a huge fans of Winna Efendi. Malah pengalaman pertama gue baca buku
Winna, Ai, sama sekali enggak berbekas. I
don’t like Ai. Baru di Remember When gue mulai suka sama Winna. Tapi di
Melbourne ini, gue head over heels sama
Winna. Gue serasa beneran dibawa ke sana oleh Winna, nongkrong tengah malam di
Prudence atau keliling Melbourne dengan mobil.
I love
Max and Laura. Kedua karakter ini memang gampang banget membuat siapa saja jatuh cinta
kepadanya. Giant-real-size Teddy Bear
aka Max yang selalu ada buat Laura, cewek yang dicintainya. Juga Laura, quirky girl yang lovable. Gue suka dengan Laura, enggak gengges meski miserable. Gue suka selera musiknya yang
aneh tapi bikin dia makin berkarakter.
Dan gue suka sama suasana Melbourne yang ditampilkan Winna. Memang sih
kota ini menarik banget sehingga cerita apapun pasti jadi menarik, he-he. Tapi gue
suka tone cerita yang sesuai dengan
keadaan kota itu. Beberapa tempat digambarkan pas, enggak terlalu mendetail
sehingga enggak kayak baca buku panduan wisata.
Satu hal yang bikin gue iri adalah gaya menulis Winna. Dia bisa menulis
dengan lembut tanpa menye-menye dan enggak lebay. Pengin sih suatu hari nanti
menulis kayak gini.
Oh, kelebihan lainnya, profesi yang enggak pasaran. Two thumbs up buat
riset Winna soal arsitek cahaya ini. Kece. Bikin gue jadi mikirin konser-konser
yang pernah didatengin dan terpukau sama lighting.
Mungkin, ada Max di sana *ngarep haha*
Kalau ada kekurangan, mungkin skip di satu hal aja. Winna menuliskan
tentang lagu Someday We’ll Know yang
dia dengar dinyanyiin oleh Mandy Moore di film A Moment To Remember. Kak, filmnya A Walk To Remember. A Moment To Remember mah film Korea yang syedih
banget itu, he-he. *bener kan ya?* Skip di hal simpel tapi fatal sik (dan
kenapa pula gue tumben-tumbenan bisa teliti haha)
Overall, gue
puas sama novel ini. sukaaa banget. terutama lagu-lagunya, he-he.
0 Comments:
Post a Comment