PS:
Ini postingan pertama dalam rangka 30 Stories 30 Days.
Tema
oleh: Astri Arsita
(Foto: pinterest.com)
Jujur,
saya tidak pernah terpikirkan untuk menuliskan tentang pikiran paling
mengerikan yang ada di benak saya. For
me, this is so personal, sesuatu yang sering saya tanyakan, lagi dan lagi,
kepada diri sendiri.
Sebagai
seseorang yang begitu mempertimbangkan what
if, saya tumbuh dengan banyak ketakutan. Namun di sini saya bicara tentang
ketakutan yang lain.
Jadi,
apa pikiran paling menakutkan yang pernah kamu pikirkan?
Bagi
saya, jawabannya ada dua.
Pertama, kematian
(Foto: tumblr.com)
(saya
pernah menyinggungnya sedikit di sini)
Saya
tidak tahu kapan pertama kali ketakutan ini memenuhi benak saya. Mungkin sejak
nenek meninggal ketika saya SD, atau ketika melihat salah seorang tetangga
dibunuh dan dibuat seolah-olah gantung diri, atau ketika bermimpi tentang salah
satu anggota keluarga meninggal dan saya membuang jenazahnya di parit di depan
rumah.
Sejak
saat itu, saya selalu menggigil ketika bicara soal kematian.
Katanya,
kematian itu hal yang pasti. Datang berpasangan dengan kelahiran. Kita lahir,
maka nanti kita akan mati. Itu sesuatu yang pasti terjadi, lalu kenapa harus
takut?
Hal
ini membuat saya tidak menyukai ambulance, keranda jenazah, dan pengumuman
kematian di masjid selalu membuat saya panas dingin. Setiap kali berhadapan
dengan kematian, saya selalu berpikir.
Who’s next?
Dan
jawabannya adalah saya sendiri.
Meski
kita tidak pernah tahu kapan itu terjadi.
Setelah
dewasa akhirnya saya sampai di pemahaman bahwa yang sebenarnya ditakutkan
bukanlah kematian. Namun apa yang terjadi setelah itu.
What will happen when I no
longer here?
Jawabannya
saya tidak tahu. Tidak ada yang tahu karena hal tersebut belum terjadi. Dan
kalaupun sudah terjadi, tetap saja saya tidak akan tahu apa yang
terjadi—kecuali kalau saya menjadi arwah penasaran.
Setiap
kali menonton film atau serial dengan tokoh meninggal, saya selalu
bertanya-tanya apa yang dirasakan si tokoh? Apakah dia sama seperti saya, ingin
tahu apa yang terjadi di dunia sementara dia tidak bisa melihatnya?
Perasaan
inilah yang saya takutkan.
Akhirnya
saya sampai di pemahaman bahwa kita tidak mungkin bisa menebak seperti apa masa
depan, tapi kita bisa mempersiapkan masa depan. Yaitu dengan hidup di masa
sekarang. Saya memang masih sering ketakutan ketika memikirkan kematian, tapi
setidaknya saya bisa menyiapkan diri.
I’m trying to live in the
moment, cherish every moment, do whatever I want. Ketika akhirnya saya
pergi, saya ingin meninggalkan jejak yang manis dan berkesan.
Salah
satu hal yang mendorong saya sampai akhirnya membuat kesimpulan ini adalah lagu
Dream Theatre yang berjudul The Spirit
Carries On.
If I die tomorrow I’ll be alright
Because I believe that after we’re goneThe spirit carries on
Meski
ketika kita pergi, kita meninggalkan legacy.
We may not be a superhero for every people but we may be a superhero for
somebody’s life.
Pertanyaannya,
apakah saya masih takut soal kematian?
A lil bit.
Kedua, salah mengambil keputusan
(Foto: weheartit.com)
Life is about a choice.
Every step that we take is a choice that we made. Dalam membuat keputusan,
tentunya ada pertimbangan-pertimbangan sampai akhirnya keputusan diambil. Meski
setelah menimbang masak-masak, mungkin saja kita salah mengambil keputusan.
Inilah
yang saya takutkan. Sudah menimbang-nimbang tapi ternyata saya salah langkah.
Hal ini akhirnya membuat saya freak out
sendiri.
Bahkan
untuk skala sederhana seperti saat main ludo, dan memutuskan untuk menggerakkan
pion yang mana, lalu tiba-tiba pihak lawan menggerakkan pionnya dan membuat
pion saya tertendang. Saat itu saya berpikir, harusnya jalanin pion yang lain.
Lalu,
akhirnya menyesal.
Itu
contoh sederhananya.
Sampai
saat ini ada beberapa keputusan yang saya ambil dan ternyata salah. Saya sempat
freak out dan menyesal.
Tepatnya,
saya lupa membaca di mana, tapi ada satu artikel yang menyentil saya. Intinya,
artikel tersebut membahas kalau setiap orang pasti pernah membuat keputusan
yang salah dan ini adalah proses pendewasaan. Sesuatu yang wajar. Sesuatu yang
normal.
Saya
sempat tidak terima, mungkin karena saya pernah berada di fase menolak untuk
dewasa. Tapi akhirnya kita tidak bisa menolaknya, melainkan harus menerimanya.
Keputusan
demi keputusan yang diambil memberikan warna dalam hidup, membuat hidup jadi
lebih kaya. Mungkin keputusan yang saya ambil salah, dan sekarang saya mencoba
untuk menjadikannya sebagai pelajaran, bukan penyesalan.
Balik
lagi ke ketakutan pertama, saya tidak ingin ada penyesalan setelah kematian.
XOXO,
iif
XOXO,
iif
Notes
Astri:
“Aku milih tema ini mungkin karena aku berkaca pada diri sendiri yang punya
banyak ketakutan hidup, dan belakangan keadaan hidup juga bikin aku banyak
berpikir soal ini. Sebenarnya apa sih yang aku takutin? Apa yang holding me
back? Dan gimana caranya supaya itu enggak bikin aku enggak bisa thrive.”
Astri
was my office collegue, ex Cewekbanget.id’s editor in chief, one of my editor. She
is one of thought girl I’ve ever had and she taught me many things (maybe she
doesn’t realize it) and she made me who I am today.
Ah! Thanks for sharing, Iif. Kemudian aku juga jadi terinspirasi menulis tema ini. So, here it is https://astrisoeparyono.blogspot.co.id/2017/08/yang-paling-saya-takuti-dalam-hidup.html
ReplyDeleteJust keep swimming! <3