![]() |
In front of the famous Glico Sign |
Osaka menjadi kota pertama aku menginjakkan kaki di Jepang. Saat
keluar dari kereta di Namba Station, rasanya sangat surreal.
Am I really here?
Semua ketakutan dan rasa ragu yang sebelumnya menghambat pun
sirna, berganti rasa semangat dan super excited menyambut petualangan baru.
Aku tiba di Osaka Sabtu pagi (28/9), setelah menempuh
perjalanan Jakarta – Singapura – Osaka. Senyaman apa pun pesawat, yang namanya
kelas ekonomi meskipun itu ekonominya Singapore Airlines, tetap aja enggak
nyaman (thanks to Pak Pilot yang bawa pesawatnya smooth banget). Namun, rasa
excited menjelang liburan pun mengalahkan tubuh yang meronta untuk minta
diistirahatkan.
Rencananya, aku akan berada di Osaka selama dua malam. Berikut
highlight trip di Osaka kali ini.
Day 1: Namba, Tennoji, Shinsaibashi, Amerikamura, Dotonbori
Day 2: Universal Studio Japan
Day 3: Osaka Castle
Tujuan pertama di Osaka adalah Shitennoji Temple. Sebenarnya
bisa naik kereta atau bis menuju kuil tersebut, tapi berhubung masih pagi dan
pengin melihat Jepang untuk pertama kalinya, aku pun memutuskan untuk jalan
kaki. Jauh, sekitar 20 menit. Capek? Iya, tapi pemandangannya mengalahkan rasa
capek itu.
Memang, ya, Osaka itu setiap sudutnya menarik untuk
diabadikan ke dalam foto. Bahkan, gang-gang aja terlihat ciamik. Aku pun
menemukan sebuah obsesi baru, yaitu vending machine. Negara sejuta vending
machine, yang setiap beberapa meter pasti ketemu. Bentuknya yang warna-warni
membuat vending machine ini menimbulkan kesan hangat di tengah pagi Osaka yang
dingin dan hening.
Vending Machine, obsesi baruku |
Ketika tiba di Shitennoji Temple, perlahan gerimis mulai
turun. Namun, hanya gerimis ala kadarnya saja, untunglah. Shitennoji termasuk
salah satu tempat yang wajib dituju ketika di Osaka, salah satu kuil tertua di
Jepang. Kompleks kuil ini lumayan besar, dan aku bisa melihat beberapa bagian
kuil dipenuhi orang-orang. Mungkin sedang beribadah. Aku pun menuju bagian
dalam kuil, sekaligus berteduh dari hujan.
Puas berkeliling Shitennoji Temple, aku memutuskan untuk
pergi ke Shinsaibashi. Ada yang lucu sebenarnya. Kata temenku, “lo harus ke
Shinsaibashi, belanja.” Dengan niat menggebu-gebu, aku keluar dari stasiun dan
langsung dihadang oleh gedung tinggi dengan logo Louis Vuitton. #KZL
Shinsaibashi memang tempat yang cocok untuk yang suka
belanja. Sebagai bocoran, sebaiknya belanja di Osaka aja ketimbang Tokyo,
karena konon kabarnya lebih murah. Berhubung hari itu baru hari pertama, dan
aku bahkan belum check in di hotel, jadi menguatkan diri untuk tidak belanja. Masih
ada tiga kota dan delapan hari lagi, jangan sampai keteteran sendiri nanti di
jalan.
Selepas makan siang di sebuah restoran udon di Shinsaibashi,
aku melanjutkan perjalanan dengan berjalan kaki menuju Amerikamura. Masih pusat
belanja, tapi lebih laid back dan murah. Amerikamura terasa lebih hangat dan
ceria ketimbang Shinsaibashi yang kaku dan dingin. Konon, namanya Amerikamura
karena di sini pusat gaya fashion dari barat, hence the name, Amerika-nya
Osaka. Baju yang dijual lebih lucu dan santai, jadi sayang aja kalau enggak
belanja.
Dari Amerikamura, aku memutuskan untuk check in di hotel. Sekaligus
mandi biar kembali segar. Kebetulan hotelnya dekat dari stasiun, dan juga masih
walking distance dari Dotonbori.
Sorenya, perjalanan dilanjutkan ke Dotonbori. Sekali lagi,
setiap sudut jalan dan gang-gang di sini tuh very very Instagram-able.
Temenku, Kak @Kenjrot pernah bilang, “lo keberatan beli
barang bekas? Kalau enggak, lo harus ke Bookoff Namba.” Tentu saja, sebagai
penyuka thrifting, aku pun meluangkan waktu untuk datang ke toko ini.
Ternyata, Bookoff menjadi salah satu toko yang wajib
didatangi.
Toko ini ada empat lantai dan serba ada. Di lantai kedua,
dipenuhi rak berisi buku dan komik. Rasanya pengin beli semua, tapi aku enggak
ngerti bahasanya. Beberapa komik bisa dikenali karena cover, tapi enggak ada
judul dalam tulisan latin yang memudahkan untuk mengenali lebih lanjut. Padahal,
aku sangat berharap bisa mendapatkan Imadoki di sana. Namun, aku senang banget
ketika menemukan Harry Potter dalam bahasa Jepang, mengingat aku mengoleksi
Harry Potter dalam berbagai bahasa.
Lantai dua dan tiga bersisi baju, sepatu, coat, tas, dan
aksesoris. Barang branded, tapi bekas, yang dijual dengan harga miring. Worth to
visit, sih.
Pengin beli semuaaaa |
Harry Potter dalam bahasa Jepang |
(PS: Bookoff juga ada di Tokyo. Aku sempat mampir di Bookoff Shinjuku dan Bookoff Ueno)
Selanjutnya, aku menuju ke tempat wajib dikunjungi di Osaka:
Dotonbori. Apalagi kalau bukan menyaksikan langsung Glico Sign. Hanya berjalan
kaki melewati satu belokan dari Bookoff, aku pun sampai di depan Glico Sign. Malam
itu sangat ramai, karena bertepatan dengan Rugby World Cup. Secara Dotonbori
adalah salah satu tempat hits anak muda Osaka, jadi makin ramai.
Dotonbori terasa sangat hidup. Selain deretan makanan yang
menggugah selera, di beberapa sudut juga ada musisi yang melakukan show kecil-kecilan,
tapi super niat.
Kita bisa menghabiskan waktu dengan nongkrong di pinggiran
sungai sambil makan takoyaki atau minum bir, bisa juga berbelanja dan mencoba café
di sekitar sana, atau menjadi turis sejati: mengikuti Tombori River Cruise. Aku
memilih opsi ketiga, berkeliling sungai selama 20 menit sambil menyaksikan
betapa hidupnya Dotonbori.
Malam semakin larut, rasanya masih ingin di sini, tapi aku
memutuskan untuk pulang demi istirahat yang cukup.
Hari kedua, ini hari yang paling ditunggu-tunggu. Universal Studio
Japan, I’m coming. Apalagi yang menjadi tujuanku kalau bukan Wizarding World of
Harry Potter. Sembilan belas tahun Errol nyasar, sehingga surat undangan untuk
masuk ke Hogwarts datang terlambat.
Temanku, Wita, sudah mewanti-wanti. “Kalau bisa kamu jam 7
udah nongkrong di sana.” Padahal, bukanya jam 8.30. Wita sih ambisius, sampai
di USJ jam 7 kurang. Aku, sih, sampai sana jam 7.30. Sudah ramai, tapi antre
tidak begitu panjang.
Begitu masuk, aku langsung menuju Hogwarts, tempat semua
impian dan keinginan yang terpendam bertahun-tahun.
Berhubung masih pagi, jadi bisa langsung masuk. Saat melihat
Hogsmeade, rasanya aku kembali menjadi anak sepuluh tahun yang mendapat izin
untuk liburan ke Hogsmeade. Tempat pertama yang aku tuju adalah tokonya
Ollivander. Meski Garrick Ollivander berbahasa Jepang dan aku tak mengerti,
rasanya masih amaze ada di dalam tokonya.
Enaknya datang pagi, jadi enggak perlu antre lama. Sebelum keliling
Hogsmeade, aku memasuki kastilnya untuk menjajal Forbidden Journey. I know it’s
just 3D act, tapi rasanya sangat real. Yang membuatku sadar itu bukan nyata
adalah Harry dkk ngomong dalam bahasa Jepang, he-he. Saat Dementor datang, aku
sampai bergidik ngeri, tapi begitu ada naga, aku tersenyum bahagia. Untung enggak
ada Basilisk atau Nagini.
Mandatory picture di sini tentu saja kastil Hogwarts dan
bayangannya di air danaau. Kalau mau dapat foto yang pas, coba ambil dair
belakang Three Broomsticks. Aku mengisi makan siang di sana, dengan pemandangan
danau, dan bisa mendapatkan foto yang sangat magical ini.
Selanjutnya, saatnya berkeliling Hogsmeade. Jangan lupa
meminum Butterbeer. Kita bisa membeli di gelas plastik, atau gelas seperti ini,
sekaligus sebagai kenang-kenangan.
Aku tidak mencoba semua permainan di USJ, terutama
rollercoaster. Jujur, jantungku tidak cukup kuat untuk menangani semua
kengerian itu.
Butuh waktu seharian untuk menikmati keseruan di USJ. Lagipula,
setelah semua kesibukan, sehari kembali menjadi anak-anak itu sebuah reward
yang berharga.
Hari ketiga, aku menuju Osaka Station untuk menyimpan koper
sebelum melanjutkan perjalanan menuju Osaka Castle. Kastil super megah yang
juga menjadi icon Osaka. Namun, bagi penggemar Detective Conan, kastil ini juga
menumbuhkan rasa nostalgia.
Lumayan butuh waktu untuk berjalan kaki menuju Osaka Castle
dari stasiun Osakajokoen. Namun, suasana yang tenang dan pemandangan yang
cantik membuat lupa akan rasa letih. Kastil ini terletak di ketinggian, dan ada
sungai di sekelilingnya. Juga taman. Sayang, aku tidak sempat masuk ke
tamannya.
Otemon Gate, gerbang masuk ke Osaka Castle |
Oh ya, buat yang ingin masuk ke Osaka Castle, aku saranin
untuk naik lift sampai puncak, baru turun lewat tangga. Lumayan, delapan
lantai. Nah, waktu itu antrean lift lumayan panjang, dan di depanku ada kakek
nenek yang semangat untuk naik tangga. Aku pun terpacu. Meski akhirnya
ngos-ngosan begitu sampai di atas, dan harus mikirin nurunin tangga delapan
lantai lagi.
Di observation deck di puncak, kita bisa melihat kota Osaka
dari ketinggian. Berikut beberapa foto dari puncak Osaka Castle:
Petualangan di Osaka berakhir, karena siang ini, aku menuju
Kobe. Ikuti petualangan di Kobe di tulisan selanjutnya.
pusulabet
ReplyDeletesex hattı
https://izmirkizlari.com
rulet siteleri
rexbet
İQWSSR
https://saglamproxy.com
ReplyDeletemetin2 proxy
proxy satın al
knight online proxy
mobil proxy satın al
RD5S2
https://saglamproxy.com
ReplyDeletemetin2 proxy
proxy satın al
knight online proxy
mobil proxy satın al
F23EJ1