(Me @ Casa Manila)
Solo trip? Sedikitpun tidak pernah terlintas di benak saya untuk
melakukan perjalanan seorang diri. Saya memang tidak masalah ke mana-mana
sendirian, tapi masih dalam lingkup yang mudah dijangkau. Sedangkan untuk
liburan? Selama ini, keinginan itu masih ada di angan-angan semata.
Saya akui saya tipe traveler malas. Senang liburan, tapi
hanya sebagai pengikut. Alias membiarkan orang lain membuat itinerary dan saya tinggal angkat koper
dan bawa badan saja.
Juga, sepertinya saya lebih sering
bepergian sebagai bagian dari pekerjaan, dan itu justru membuat saya jauh lebih
malas lagi karena semuanya sudah diatur. Paling hanya ada satu hari kosong, dan
itu pun seringkali saya isi dengan bepergian impulsif.
Keinginan untuk menonton Ed
Sheeran akhirnya membuat saya terpaksa melakukan solo trip sendiri. Tidak jauh-jauh, hanya ke Manila. Namun, Manila
ternyata bukan destinasi liburan favorit, sehingga tidak jarang saya menerima
kernyitan dahi dari orang-orang yang tahu saya akan ke sana.
Namun, pengalaman ini memberikan
banyak pelajaran untuk saya. Jika disimpulkan, berikut enam hal yang saya
pelajadi dari pengalaman pertama solo
trip.
Ternyata saya sangat clumsy
(Gereja San Agustin)
Katanya, kamu akan benar-benar
mengenal watak seseorang lewat traveling.
Salah satu teman saya, Ossy, yang Agustus 2017 lalu liburan bersama saya ke
Agustus pernah berkata, “Ossy kira Kak If itu orangnya cool, tough, gitu. Tahunya clumsy
banget.”
Well, I don’t know that I’m clumsy actually. Namun saya akui di
beberapa kesempatan saya memang ceroboh, tapi selalu ada yang mengingatkan
saya. Di solo trip ini, tidak ada
seorang pun yang mengingatkan saya. Hal inilah yang akhirnya menyadarkan saya
untuk lebih berhati-hati.
Berikut beberapa kecerobohan yang
saya lakukan dan jangan diikuti.
-
Begitu mendarat di Ninoy Aquino, saya membeli
SIM Card Filipina untuk mempermudah komunikasi. Setelah semuanya beres, saya
langsung pergi dari counter. Sekitar sepuluh langkah, saya tersadar. ‘Where’s my bag?’ Setelah celingak
celinguk, ternyata koper saya ketinggalan di counter SIM Card. Belum lima menit
di negara orang, saya sudah berbuat hal konyol.
-
Saya sering jatuh karena sepertinya ada yang
salah dengan kinetik saya. Bahkan, dengan memakai flat shoes dan berjalan di lantai yang rata saja, saya bisa jatuh. Jadi,
teman-teman saya bertaruh, berapa kali saya akan terjatuh? Yang saya ingat
hanya dua, di lantai dua gereja San Agustin. Namanya bangunan tua, jadi
lantainya licin, dan tiba-tiba.. I fell,
haha. Yang kedua terjadi di Sky Ranch, Tagaytay. Ketika asyik memotret, enggak
sadar ada tangga sehingga terjatuh.
-
Di SM By the Bay. Saya akan naik kapal kecil
untuk menikmati sunset ketika salah satu petugas yang memeriksa karcis mengingatkan
untuk, ‘ma’am, please keep your money
well. You never know what kind of people you’ll met at the ship,’ sambil
melirik tas saya. Saat itu saya memakai tas yang hanya memiliki satu kancing
saja, sehingga cenderung terbuka. Well,
bukan pilihan tas yang tepat untuk liburan.
Dalam hal ini, saya masih
beruntung tingkat keteledoran saya masih dalam tahap bearable, dan masih ada orang yang berbaik hati mengingatkan.
Pelupa parah
(SM By the Bay
Saya memang pelupa, dan sepertinya
saya semakin menyadari kalau saya pelupa setelah berlibur sendirian. Ditambah dengan
sikap saya yang clumsy, sehingga saya
sering melupakan hal yang penting. Berikut beberapa hal yang saya ingat,
terkait dengan sifat pelupa, dan sepertinya banyak hal lain yang saya alami,
tapi berhubung saya pelupa, saya hanya ingat beberapa.
-
Saya selesai makan di McDonald dekat hotel
ketika Grab pesanan saya datang dan saya langsung pergi, sama sekali tidak
ingat meninggalkan handphone di atas meja. Beruntung petugas McDo berbaik hati
mengejar saya, sebelum saya pergi.
-
Lupa membawa kunci hotel, sampai-sampai
petugasnya hanya ketawa setiap kali saya minta dibukain pintu kamar.
-
Lupa membawa makanan yang sudah dibeli dan
dibayar. Well, kebiasaan di Jakarta
dibawa-bawa.
Untungnya, saya tidak meninggalkan
barang apapun di kamar hotel, karena biasanya selalu saja ada yang ketinggalan.
Entah charger, lipstik, skincare, anything.
Always have plan B
(Sky Eye at Sky Ranch, Tagaytay
Di hari ketiga, rencananya saya
akan mengikuti half-day trip ke
Corregidor Island. Saya sudah booking
trip ini sejak jauh-jauh hari. Untuk ikutan, saya harus tiba di pelabuhan
maksimal pukul 7 pagi. Saya sudah bersiap-siap, tapi sayangnya, sehari
sebelumnya, saya demam. Malam sebelumnya, saya minum obat untuk meredakan demam
dan flu. Saya sempat terbangun karena alarm jam lima pagi, tapi pengaruh obat
masih sangat kuat dan hidung super beler sehingga saya kembali tertidur. Bangun-bangun,
ternyata sudah pukul tujuh kurang 15 menit. Saya mandi dan siap-siap dengan
terburu-buru. Setengah jam kemudian, saya sampai di pelabuhan, but I didn’t make it.
Seharusnya saya kembali ke hotel
untuk beristirahat. Tapi, saya malah nekat membuat plan B dalam waktu super
mendadak. Akhirnya, saya pergi ke Tagaytay. Cukup jauh, sekitar dua jam
perjalanan normal lewat skyway dari Manila.
Pelajarannya, sebaiknya selalu
sediakan Plan B sejak jauh-jauh hari, sehingga ketika terjadi sesuatu dan
rencana awal tidak terlaksana, jadinya enggak perlu panik karena ada plan B.
Namun, saya tidak memiliki Plan B sehingga terpaksa membuat rencana dadakan. Dan
namanya juga rencana dadakan, tentu saja ada banyak rintangan.
Rintangan pertama, saya tidak tahu
apa yang akan saya lakukan di Tagaytay. Ditambah dengan kondisi tubuh yang
tidak 100% fit.
Implusive will lead you somewhere
(Bonifacio Global City, Taguig City)
Karena ditinggal oleh kapal yang
seharusnya membawa saya ke Corregidor, saya akhirnya memesan Grab ke Tagaytay. Selama
di Manila, saya memanfaatkan Grab sebagai sarana transportasi utama. Perjalanan
dari Manila ke Tagaytay lancar, sepi, dengan lahan kosong lalu tiba-tiba ada
Jollibee lalu lahan kosong lagi, lalu Jollibee lagi. Begitu seterusnya. Membuat
saya berpikir betapa menyenangkannya road
trip di sini—tentunya dengan hidung yang tidak meler.
Begitu sampai di Sky Ranch, sopir
Grab bertanya bagaimana saya akan kembali ke Manila nanti? Tidak ada Grab. Tidak
ada taksi. Dan saya hanya melongo.
Dengan kondisi tubuh yang
terbatas, saya tidak banyak bermain di Tagaytay. Saya akhirnya pulang naik bis,
melewati jalur lain yang jalanannya kurang lebih seperti Jalanan di Lenteng
Agung atau Pasar Minggu, dan berakhir di terminal bus Pasay yang membuat saya
seperti berada di Tanah Abang. Saya pun melihat sisi lain Manila yang tidak
saya lihat di hari-hari sebelumnya. Padat dan ruwet.
You have to manage your money well
(MoA Eye at SM By the Bay
Saya memang boros. Namun ketika
liburan, saya harus lebih berhati-hati lagi dalam mengatur keuangan kalau tidak
ingin kebablasan, dan saya rasa kemarin cukup kebablasan—terbukti dengan
tagihan yang menumpuk.
I’m not fancy traveler but I also don’t want to be ‘susah’ traveler. Come
on, sehari-hari hidup ini sudah susah, masa iya pas liburan juga harus
susah? Untuk makan, saya all out. Untuk
transport, saya manja. Untuk mencoba suatu arena atau masuk ke suatu tempat
penting, saya tidak berpikir dua kali. Untuk belanja? Saya kalap. Hahaha.
Next time kalau mau liburan lagi, harus lebih detail dalam membuat
perencanaan.
Now I know how important it is to talk to yourself
Kesimpulan dari perjalanan ini adalah, saya jadi lebih kenal dengan diri sendiri. Klise memang, karena setiap orang yang bepergian sendiri, pasti akan bicara hal yang sama. Namun ini benar. Solo trip menantang saya membuat rencana sendiri, dengan memikirkan kebutuhan sendiri, dan untuk itu, saya harus berbincang dengan diri sendiri akan apa yang saya inginkan.
Solo trip juga memungkinkan kita memiliki banyak waktu sendirian. Pertama
kali saya tersadar itu ketika melewati McKinley Road. Saya langsung jatuh cinta
dengan tempat itu. Kalau suatu hari nanti saya membuat novel dengan latar
belakang Manila, tokohnya harus tinggal di sana.
Balik lagi ke poin semula. Saat itu
sudah sore dan saya melewati McKinley Road yang lengang, dan perasaan tenang
itu tiba-tiba menyelimuti saya. Sepenjang perjalanan, saya bercakap-cakap
dengan diri sendiri. Begitu juga halnya dengan perjalanan tiga jam lebih
Tagaytay – Manila. Di tengah kepala yang berdentum hebat, saya jadi memikirkan kehidupan
saya.
And it’s fun.
It’s amazing.
Salah satu teman saya, Ira, pernah
bertanya, ‘apa mau ngelakuin itu lagi?’ dan maksudnya adalah, solo trip. Jawaban saya, iya. Tidak usah
yang jauh-jauh karena menjelang akhir tahun ini, saya sudah menyusun rencana
lain.
Here’s on my next list: Penang.
XOXO
iif
0 Comments:
Post a Comment