Japan Trip: Walking Down Memory Lane to Doraemon World at Fujiko F. Fujio Museum

Leave a Comment
An An An, tottemo daisuke Doraemon...




Di hari kedua berada di Tokyo, lagi-lagi aku melakukan perjalanan keluar Tokyo. Dilihat dari itinerary, sangat sedikit waktu yang digunakan untuk eksplor Tokyo. Mungkin karena terlalu ramai dan terburu-buru, jadi sedikit kurang enjoy. Next time, sepertinya harus kembali ke Tokyo agar puas eksplor ibu kota Jepang ini.

Setelah kemarin seharian di Fuji, hari ini aku mengawali liburan dengan jalan-jalan singkat ke luar Tokyo. Tepatnya, Kawasaki. Tujuannya hanya satu, mengunjungi Fujiko F. Fujio Museum alias Museum Doraemon.

If you know me for years, you’ll understand how much I love that blue cat. Sehingga, ketika memutuskan untuk liburan ke Jepang, museum Doraemon ini wajib. Temanku yang membantu menyusun itinerary pernah berpesan, “bisa aja ke lo museum Doraemon, tapi waktu lo explore Tokyo jadi lebih singkat. Enggak bisa Disney Sea atau Disneyland.” Oke, demi Doraemon, aku rela waktu di Tokyo jadi berkurang dan untuk saat ini, enggak ke Disney Sea dulu.

Tips membeli tiket masuk museum

Super gemay!!!



Tiket masuk museum ini tidak begitu mahal, sekitar Rp170-180 ribuan. Nah, kalau mau tenang, bisa beli di Klook. Check this link if you wantto buy it via Klook. 

Hanya saja, kalau beli di Klook, kita harus menukar bukti beli dengan tiket fisik di Narita Airport. Berhubung aku masuk dari Kansai Airport, dan alangkah susahnya kalau harus ke Narita dulu buat nukerin tiket, akhirnya memutuskan untuk beli di Lawson saja.

Yup, tiket museum ini bisa dibeli di mesin Loppi Machine yang tersedia di Lawson. Penting diingat kalau tiket museum harus dibeli jauh-jauh hari, enggak bisa di hari kedatangan. Apalagi kalau lagi high season, bisa jadi tiket yang dimau sudah habis kejual. Soalnya, jumlah pengunjung dibatasi demi kenyamanan, makanya harus beli jauh-jauh hari.

Susah enggak, sih, beli tiket di loppi machine? Personally, yes. Karena mesinnya jual pakai bahasa Jepang dan aku enggak bisa berbahasa Jepang. Tadinya, pengin nunggu ketika sampai Kobe aja, jadi bisa minta tolong Vinny buat beliin. Namun, takut tiket di hari dan jam yang diinginkan habis, sehingga nekat aja beli sendiri. Begitu selesai dari Universal Studio, di luarnya ada Lawson gede, dan aku mencoba beli di situ.

Aku ketemu blog ini, yang menjelaskan langkah-langkah membeli tiket di loppi machine, lengkap dengan foto, jadi tinggal diikuti aja. Gampang kok. Kita bahkan bisa masukin nomor telepon Indonesia ketika beli.

Begitu selesai, akan keluar struk yang tinggal dibawa ke kasir untuk dibayar. Nanti, petugas kasir ini yang akan memberikan tiket fisik.

Ini dia tiketnya


Perlu diingat, harus bawa tiket fisik. Ketika aku sampai di museum, di depanku ada turis dari Bangkok yang enggak tahu kalau bukti belinya di Klook harus ditukar ke tiket fisik. Dia sempat tertahan di luar. Entah gimana ceritanya, tapi satu jam kemudian kami berpapasan di dalam museum. Hitung-hitung menghindari hal-hal yang bikin deg-degan, baiknya sejak awal udah disiapkan tiket fisiknya.

Kapan waktu yang tepat untuk ke museum?

Manga corner


Museum ini memiliki empat jam kedatangan, yaitu 10.00 AM, 12.00 PM, 14.00 PM, dan 16.00 PM. Bukan berarti di dalam cuma boleh dua jam. Jam itu menunjukkan kapan kamu harus datang. Pastikan kamu sudah ada di lokasi maksimal 15 menit sebelum jam yang tertera di tiket. Lewat dari itu, enggak bisa masuk.

Untuk kapan saat yang pas, aku menyarankan pagi, yaitu jam 10.00 AM. Pertimbangannya ada banyak. Pertama, pagi masih fresh. Kedua, menurutku lebih efektif mengunjungi tempat jauh dulu di pagi hari, lalu siangnya jalan-jalan di pusat kota. Sekalian jaga-jaga ada kejadian emergency di siang hari yang menghambat untuk ke Kawasaki. Ketiga, katanya sih pagi enggak begitu ramai.

Bagaimana cara menuju ke museum?

Bis super gemay!!!


Meski berada di luar Tokyo, tapi lokasinya bisa ditempuh dalam kurun lebih kurang 30 menit. Kalau menggunakan JR, bisa turun di stasiun Noborito. Nah, karena aku pengin cepat, aku memilih naik kereta Odakyu – Odawara Line. Keduanya turun di stasiun Noborito.

Dari stasiun Noborito ke museum, bisa jalan kaki. Tapi, lumayan jauh. Aku memilih naik bis. Begitu keluar stasiun, langsung ke halte. Gampang banget buat tahu bis mana yang menuju museum. Lihat aja bis yang dipenuhi gambar karakter Doraemon, he-he.

Menjelajahi dunia Fujiko F. Fujio

Manga corner


Aku sampai di museum jam 9.30. Ternyata sudah ada yang antre, sekitar 12 orang. Aku pikir kita harus menunggu sampai jam 10.00 untuk masuk. Ternyata enggak. Sebelum masuk, kita dikasih kertas berisi peraturan dan selembar koran yang gede banget berisi cerita Doraemon (aku enggak bisa foto saking gedenya, he-he).

Kertas berisi peraturan


Lalu, kita dibawa ke ruangan kecil. Di sini, pengunjung dikasih briefing soal do & don’t selama di museum. Juga dijelaskan soal denah museum. Tenang aja, petugasnya pakai bahasa Inggris, kok, jadi ngerti. Di sini kita juga dibekali semacam intercom yang berfungsi menerjemahkan dan menceritakan isi pameran. Tinggal pence tangka sesuai nomor sketsa yang kita pengin tahu ceritanya.

Begitu masuk, kita akan disuguhi koleksi dan sketsa Fujiko F. Fujio. Gila, ini memorable banget. Kita diajak masuk ke momen awal penciptaan Doraemon dan karakter lainnya. Ada sekitar 300 sketsa dan foto yang dipajang, lengkap dengan cerita di baliknya. Bahkan, kita bisa melihat bentuk pertama Doraemon yang enggak kayak sekarang (aslinya lebih lonjong) dan komik edisi pertama Doraemon.

Nah, di ruangan sketsa dan foto ini enggak boleh foto. Jangan coba-coba mau curi-curi buat foto, karena penjagaannya ketat banget.

Ini di manga corner. Y so gemay???


Selain karakter ciptaan, kita juga bisa mengikuti kisah hidup Fujiko F. Fujio. Mulai dari dia lahir, hingga tercipta brand Fujiko Fujio, momen dia pindah ke Kawasaki, semuanya. Juga ada video testimoni dari anak-anak beliau.

Selama 1.5 jam berada di sini, menelusuri makna di balik setiap kisah yang diceritakan, dan untuk sesaat melongok ke dalam isi pikirannya profesor, aku merasa terharu.

Beliau berperan besar dalam masa kecilku—dan aku yakin, jutaan anak-anak lainnya. Bahkan, sampai sekarang pun aku masih mencintai Doraemon. Sulit untuk berpisah dari kucing ini, juga Nobita dan kawan-kawan. Karena itu, ketika berada di museum ini, aku hanya ingin mengucapkan satu hal: terima kasih Profesor, karena sudah membuat masa kecilku berwarna. Mimpi untuk mengunjungi tanah kelahiran Doraemon sudah ada sejak aku kecil, dan akhirnya, di usia 30 tahun, aku bisa mengunjunginya. Dengan jerih payah dan keringatku sendiri. Jadi, terima kasih.

(Masih ada satu profesor lagi yang harus kukunjungi untuk mengucapkan terima kasih)

Dan … ketika tiba di depan replika meja kerja profesor, aku terharu sampai menitikkan air mata. Di meja seperti itulah dia menciptakan karakter kucing fenomenal yang menyelamatkan jutaan masa kecil anak-anak di dunia.

Selanjutnya, kita keluar dari ruangan pameran. Jangan lupa buat ngembaliin intercom. Oh ya, pastiin udah puas di ruangan ini karena enggak bisa balik lagi.

Lanjut, ada Kid’s Corner dan Manga Corner. Nah, di sini bebas foto-foto. ada banyak komik yang bisa dibaca (dalam Bahasa Jepang) he-he. Bisa juga photo box, main gatcha, dan bikin stamp. Tentu saja, aku harus memiliki stamp yang menandakan kedatanganku ke museum ini.


Puas baca komik (kalo bisa baca)


Manga corner

Jangan lupa bikin stamp




Tos dulu sama P-Man



Di sini juga ada replika rumah Nobita. Kalau kita arahin iPad yang udah disediain di sana, maka akan ada adegan di rumah itu. Seru, deh.

Replika rumah Nobita


Nah, mumpung udah di sini, jangan lupa nonton film di bioskop Doraemon. Tiket nontonnya sudah termasuk tiket awal. Jadi, pas masuk tadi kita juga dikasih tiket nonton. Kecil, jadi jangan sampai hilang.

Tiket nonton. Yang di belakang itu filmnya.


Sebelumnya, aku baca-baca blog orang dan katanya film dalam bahasa Jepang. Aku, sih, bodo amat. Biar kata enggak ngerti, yang penting nonton. Ternyata, film yang aku tonton ada bahasa Inggris, jadi paham. Lupa judulnya, tapi petualangan di luar angkasa. Bukan hanya karakter di Doraemon, tapi ada karakter lain seperti P-Man, Chimpui, dan lainnya. Filmnya sekitar 20 menit, pendek, sih.

Penampakan bioskopnya


Berkeliling taman dengan karakter kesayangan


Begitu film selesai dan pintu dibuka, terpampanglah taman bermain. I feel like I was 5 years old again. Menjelang siang dan agak panas, tapi tidak menghalangi untuk berkeliling taman.

Di taman ini, ada banyak banget spot memorable yang bikin kita serasa masuk ke dunia Doraemon. Beruntung aku bertemu cewek yang solo trip dari Osaka, sehingga kita saling ganti-gantian foto.

Ini dia alat paling favorit sepanjang masa. PINTU KE MANA SAJA!!! Sampai segede ini, aku masih berharap memiliki alat canggih ini.

PINTU KE MANA SAJA!!!


Pasti ingat dong pipa ini apa? Yup, ini pipa yang ada di taman tempat Nobita suka tidur siang atau ketemu teman-temannya. Alangkah lebih syahdu jika di sini ada patung Nobita, Giant, Shizuka, dan Suneo. Tapi, ini aja udah bikin aku senang.

Santuy kek Nobita


Piisuke!!! Ingat dong dengan dinosaurus peliharaannya Nobita ini? Ah, kangen juga sama Piisuke.

Say hi to Piisuke




Juga ada si Kuning yang pintar, Dorami.

Dorami!!!


Selain karakter Doraemon, juga ada karakter lain. Ini dia P-Man. Masih ingat dia?
P-Man P-Man P-Man, kupanggil dia P-Man, suaranya riang. Datanglah oh P-Man, datanglah ke rumahku. Datanglah oh P-Man, ke dalam hatiku…
Yup, aku beneran nyanyi dengan suara sumbang di depan si P-Man, he-he.

P-Man atau dalam bahasa Jepang, Perman. Plus simpanse lucu si Booby


Ini ketika anak-anak ketemu profesor. Aku pun ingin salaman dengan profesor, sekalian bilang, “dulu aku sempat belajar Bahasa Jepang karena Doraemon, dan aku masih hafal soundtrack Doraemon di Bahasa Jepang.” Dan, sekali lagi, nyanyi dengan suara sumbang.



Sejujurnya, museumnya enggak begitu besar. Tamannya juga tidak begitu luas, dengan patung yang sedikit. Tapi, untuk menuntaskan rasa kangen, ini worth kok.



Selanjutnya, saatnya makan. Di sini juga ada café dengan tema makanan Doraemon. Di dekat taman, kita bisa beli Dorayaki dulu.

Dorayaki bergambar Doraemon makan Dorayaki


Jujur lagi, makanannya tergolong mahal dengan rasa yang biasa saja. Namun, bentuk makanannya yang luculah yang membuatku merasa harus makan di sini. Sepertinya menunya beda-beda, karena waktu itu menu spesialnya adalah Curry Rice. Setelah memastikan makanannya dari ayam, aku pun memesannya. Plus, minuman yang super gemay ini.

Awal Oktober, jadi udah masuk Halloween season
Tatakan gelasnya aja lucu

Tisunya aja lucu


Tadinya mau mesan dessert, tapi perut udah keburu full, hufft!!!

Oh ya, pas mau makan, petugasnya nanya aku sama siapa. Begitu tahu aku sendiri, tiba-tiba dia datang membawa boneka Doraemon pakai baju chef. “Buat teman kamu makan,” katanya. Tentu saja aku langsung girang.

BOneka dan minumannya sama-sama gemas. Minumannya soda, sih. Standar rasanya, tapi super gemay


Di rumah, aku punya boneka Doraemon yang sudah buluk. Kado ulang tahun dari teman-teman kuliah. Sampai sekarang masih suka curhat sama boneka itu. Nah, pas makan ditemani boneka Doraemon, rasanya senang.

Belanja, jangan lupa


Sebagian barang yang kubeli. Btw, yang di tengah itu cokelat, ya, bukan komik, he-he.



Sebelum pulang, jangan lupa mampir ke toko souvenir. Di sini sekalian beli oleh-oleh. Karena sedang memperingati 50 tahun Fujiko F. Fujio berkarya, ada komik Doraemon spesial. Aku beli, sih, karena collectible meski enggak bisa baca.

Wajib punya meski enggak bisa bacanya. BTW, itu tampilan awal Doraemon. Lonjong, he-he.


Ada banyak souvenir di sini, juga makanan. Tentu saja, temanya adalah karakter ciptaan profesor. Aku cukup membeli yang mudah dibawa, seperti komik spesial tadi, post card, pena, dan cokelat dengan bentuk komik yang sangat gemay. Kalau enggak ingat koper, sih, rasanya mau borong banyak.

Bisa bikin stamp sendiri. Stamp ini aku tulis nama dan tanggal ke sana, buat bukti pernah ke museum ini.


Aku menyelesaikan petualangan sekitar jam 1. Capek tapi senang. Sayangnya, enggak sempat eksplor Kawasaki karena mau kembali ke Tokyo dan memulai petualangan di Tokyo yang sudah tertunda. Cara kembali ke Tokyo sama seperti berangkat. Petugas museum mengarahkan ke halte di seberang museum, dan bilang “tunggu saja bis Doraemon, itu pasti ke stasiun.”

Mungkin nanti aku akan kembali untuk menjelajah Kawasaki. Namun untuk saat ini, terima kasih, karena sudah membantuku reconnecting dengan diriku sendiri.

Dan juga, terima kasih, profesor.
XOXO,
iif

SHARE:
0 Comments

Japan Trip: Mengejar Gunung Fuji Selama Satu Hari di Fuji

1 comment



Gunung Fuji dari jendela bis di perjalanan menuju Fuji dari Tokyo


Masih belum bosan dengan cerita selama di Jepang? Meski, harus diakui, lokasi yang aku tuju tergolong mainstream. Namanya juga first timer, seringkali daerah yang dikunjungi memang sudah umum, karena baru mengenal negara ini.

Selepas dari Kyoto, aku menuju Tokyo. Yeai, untuk pertama kalinya naik Shinkansen. Kesannya? Sama seperti naik pesawat, ya. Karena aku memakai JR Pass, jadi aku naik Shinkansen Haruka, dengan beberapa titik pemberhentian.

Aku tiba di Tokyo jam 7an, dan kereta menuju hotel sempat berhenti lama karena ada semacam gangguan. I’ll tell you later di postingan khusus Tokyo.

Lalu, ke mana kita hari ini?

Fuji!!!

Yes, gunung Fuji yang ternama sekaligus gunung tertinggi di Jepang.

Gunung Fuji yang pagi itu tersembunyi dalam kabut


Tadinya, aku sempat kepikiran untuk naik bis malam dari Kyoto ke Fuji. Lumayan untuk menghemat penginapan. Namun, takutnya udah tua jadi ringkih, he-he. Akhirnya aku memutuskan untuk langsung ke Tokyo dari Kyoto, sehingga aku mengambil one day trip ke Fuji.

Selama di Jepang, hanya di Fuji satu-satunya tempat yang aku enggak jalan sendiri. Aku mengikuti open trip, karena malas mengatur waktu, dan pengin nyaman. Pilihan yang tepat, karena sepertinya agak ribet, ya, jalan sendiri di Fuji.

Untuk open trip ini, aku menemukannya di Klook. Ada banyak pilihan paket tur ke Fuji yang tersedia, dan tinggal dicocokkan dengan keinginan. Check this link if you want to explore Fuji. 

Berhubung aku ke sana di bulan Oktober, jadi masih bisa ke Fuji 5th Station. Kata guide hari itu, namanya Jacky, kami masih beruntung karena masih bisa ke Fuji 5th Station, sebab memasuki musim gugur, tempat ini enggak dibuka lagi dan trip dialihkan ke tempat lain.

Fuji 5th Station


Inti dari perjalanan ini adalah mengejar si Gunung Fuji dari pagi hingga sore. Two thumbs up untuk guide hari itu, Jacky, yang tabah menjelaskan dalam dua bahasa, Inggris dan Mandarin.

Trip dimulai pukul delapan pagi dengan meeting point di Shinjuku Prince Hotel. Butuh waktu 10 menit jalan kaki dari hotel. Ketika sampai di sana sudah ramai, dan kita dibagi-bagi ke dalam beberapa bis dengan satu guide. Lumayan rempong mencari kita ditempatkan di kelompok mana karena hari itu super ramai. Di kelompokku, hanya aku satu-satunya yang sendiri, tapi ada dua kelompok ibu-ibu dari Indonesia. Lewat sedikit pukul delapan, perjalanan dimulai.

Butuh waktu sekitar 2.5 jam untuk sampai ke Gunung Fuji. Beruntung, pagi itu enggak macet. Di perjalanan, Jacky bercerita sedikit soal Gunung Fuji, sekaligus memberi preview hari itu kita ngapain aja. Tadinya aku berniat untuk tidur, tapi pemandangan di luar sangat sayang untuk dilewatkan.

Later that I know, kalau pemandangan Gunung Fuji paling bersih yang aku lihat adalah di jalan tol menuju Fuji.

Berikut highlight dari trip ke Gunung Fuji:

Fuji 5th Station & kantor pos tertinggi di Jepang




Pemberhentian pertama adalah Fuji 5th Station. Ini tempat tertinggi untuk disinggahi kalau ingin melihat Gunung Fuji. Namun, kalau mau mendaki bisa ke station yang lebih tinggi. Menurut penuturan Jacky, 5th Station hanya dibuka di musim semi dan musim panas, jadi termasuk beruntung ketika ke sana di detik-detik terakhir musim panas. Di luar itu, pengunjung akan dibawa ke Fujisan World Heritage Center North Hall. Namanya liburan ke alam, jadi kita cuma bisa pasrah ngikut apa kata alam.

Fuji 5th Station sendiri enggak begitu luas. Satu lagi keistimewaan timing, ketika foto di papan penanda, tertulis tahun 01 Reiwa, karena per 1 Mei 2019, Jepang berada di bawah pemerintahan baru, yaitu Kaisar Naruhito. Sayangnya, antrean panjang banget untuk foto di sana, sehingga aku memutuskan langsung ke observation deck untuk menyaksikan kegagahan Gunung Fuji.

Tentunya sudah sangat akrab dengan foto Gunung Fuji yang puncaknya diselimuti salju. Itu foto andalan di postcard. Sayangnya, pagi itu berkabut. Awalnya jelas, lalu lama kelamaan si gunung menghilang.

Jacky merekomendasikan untuk membeli roti berbentuk Gunung Fuji, karena hanya dijual di sana aja. Tadinya mau foto dengan latar belakang gunung, eh si gunung masih ngumpet.

Di sini juga ada tempat makan dan shrine, buat jalan-jalan. Di sini juga terdapat shrine tertinggi di Jepang.

Namun, yang membuatku suka, di sini juga terdapat kantor pos alias kantor pos tertinggi di Jepang. Kita bisa membeli kartu pos khusus, yang ukurannya persegi panjang gede, dan lumayan mahal. Lalu, mengirimkannya langsung dari sana. Gila, enggak tuh, mengirim kartu pos dari tempat tertinggi di Jepang?

Matcha Experience langsung dengan gurunya


Berkesempatan membuat matcha

Ini dia alasan aku mengambil trip ini, yaitu karena ada Matcha Experience. Jadi, setelah dari 5th station, selanjutnya menuju Lake Kawaguchi. Kami diajak ke tempat bernama Shikido. Sudah dipesan satu ruangan khusus untuk mencoba matcha. Konon kabarnya, matcha paling enak itu berasal dari Fuji.



Ini gurunya.

Di ruangan itu, kami diajarkan cara menyeduh matcha. Juga ada mochi yang enak banget sebagai makanan pendamping matcha. Setiap orang dibekali bubuk matcha dan alat pengaduknya yang mirip sapu lidi mini, he-he. Sebuah pengalaman yang seru, karena belajar tradisi minum matcha yang sebenarnya. Ternyata, capek juga mengaduk matcha, he-he.

Strolling around Lake Kawaguchi


Lake Kawaguchi yang tenang


Shikido berada di Kawaguchi. Dari 5th Station, bis melewati Kawaguchi Ohashi Bridge yang menawarkan pemandangan danau Kawaguchi yang tenang. Memandang keluar jendela enggak bikin jemu, malah menenangkan, karena danau yang besar dan tanpa riak itu.

Bukan hanya danaunya saja yang tenang. Menurutku, keseluruhan Fuji itu tenang. Hening banget. Sepanjang jalan, aku enggak melihat orang. Hanya beberapa orang turis di depan Shikido sedang jalan kaki. Di sisi jalan ada rumah-rumah tradisional yang membuatku serasa berada di masa puluhan tahun yang lalu.






Back to lake Kawaguchi. Misinya masih sama, mengejar si Gunung Fuji. Hasilnya, lagi-lagi gagal. Gunungnya masih malu-malu. Pagi menjelang siang itu berkabut, dengan langit kelabu, sehingga danau terlihat gelap. Misty banget, sih, cocok untuk tempat bersembunyinya klan Cullen atau Volturi. Aku sempat membayangkan tiba-tiba ada Godzilla keluar dari dalam danau, he-he.

Memandangi Lake Kawaguchi


Oleh karena saat itu musimnya enggak jelas—musim panas sudah lewat, tapi gugur belum masuk—pepohonan masih berwarna hijau. Aku cukup foto-foto seadanya di sini, karena lebih banyak menghabiskan waktu dengan memandangi danau yang tenang.


Oshino Hakkai dan meneguk air keabadian


Oshino Hakkai yang ramai


Tadi aku sempat menyinggung Fuji yang tenang, kosong, dan hening. Sepertinya, semua orang pada berkumpul di Oshino Hakkai. Oshino Hakkai ini berupa sebuah perkampungan kecil dan di sana ada delapan kolam dari mata air alami langsung dari Gunung Fuji. Di sini, Jacky menyarankan tempat makan enak.



Satu hal yang harus dilakukan di sini, yaitu meminum air di sini. Katanya, itu air keabadian. Sacred water for long live and healthy life. Kita bisa membeli botol kosong di sini, lalu mengisinya dengan air abadi, baru membayarnya.

Air keabadian


Walaupun siang lumayan menyengat, tapi airnya dingin banget. Di salah satu kolam, ada tantangan untuk memasukkan tangan ke dalam air selama 30 detik. Aku sudah menyerah di detik ke-15. Itu aja jari udah keriput saking dinginnya.

Total ada 8 pond di Oshino Hakkai


Satu hal yang wajib dicoba di sini, street food yang enak banget. Ada restoran di sini, dan kata Jacky overrated. Pun mahal. Dia menyarankan untuk mencoba street food dan mochi matcha goreng. Awalnya aku cuma beli dua tusuk, lupa namanya, tapi satu isinya octopus, satu lagi mayonnaise. Keduanya sumpah, enak banget. Aku pun akhirnya bengong di kursi-kursi yang disediakan di sana dan enggak berhenti jajan. Memanglah selama di Jepang uangku tuh abisnya buat jajanan, he-he.

Ini enak banget, asli


Di sini juga aku bertemu geng ibu-ibu dari Surabaya. Mereka lagi liburan dan dulunya teman SMA. Ada empat orang, dan mereka bawa bekal. Rendang plus abon. Alasannya, perut orangtua sudah menolak untuk makan makanan aneh. Salah satu ibu menawarkan makanan, tapi ibu lain melarang. Katanya, “kamu masih muda ini, coba makan apa aja, perutmu masih kuat.” Makasih, ya, Bu, dibilang masih muda, he-he.

Ada satu hal yang menurutku enggak penting, tapi harus dibeli di sini. Buah apel. Yes, Fuji apple. Dulu, waktu masih di kampung, rasanya mewah banget bisa beli apel Fuji. Hanya di momen tertentu mama beliin apel Fuji. Lalu, ketika membeli sebuah apel di Fuji, rasanya surreal aja, sih.

Apel Fuji di gunung Fuji


Lagi, terkenang, sudah sejauh apa aku berjalan?

Jauh banget, sampai lupa waktu, dan terpaksa lari ke parkiran biar enggak ditinggalin, he-he.

Gotenba Premium Outlet untuk kamu yang mau belanja


Saatnya berbelanja

Ini kesempatan terakhir untuk mengejar si Gunung Fuji. Setelah dari Oshino Hakkai, selanjutnya adalah Gotenba Premium Outlet. Buat yang mau belanja barang branded dengan harga miring, bisa ke sini. Menurut penjelasan Jacky, di sini harganya lebih murah karena last season. Jadi, kalau enggak ngoyo mau barang up to date, bisa beli di sini.

Brand yang ada di sini memang mahal, sih. Kayak Michael Kors, Louis Vuitton, Hugo Boss, Burberry, dll. Namun, ada juga brand menengah macam Coach. Yang mau borong sneakers, ada Nike gede banget di sini.

Gotenba sendiri ada dua, yaitu West Zone dan East Zone. Kedua zona dihubungkan oleh jembatan. Nah, kalau beruntung, bisa melihat Gunung Fuji di sini. This is our last chance. Sayangnya, masih berkabut dan si gunung masih ngumpet.



Selain makan siang yang terlambat, aku enggak banyak belanja di sini. Walaupun katanya harganya miring, tetap aja brand mevvah. Mihils gilak!!! Namun, aku tetap enggak bisa menolak untuk belanja. Lumayan, dapat satu celana dan tas untuk mama.

Ketika kembali ke parkiran, sedih aja karena enggak bisa melihat Gunung Fuji. Jacky pun berusaha menghibur. Namun, ketika aku sudah harus naik bis, dia manggil dan menyuruhku melihat ke belakang. Saat itu, dari balik logo Hugo Boss yang gede, awan yang menghalangi Gunung Fuji perlahan tersibak. Awalnya masih samar, lalu lama-lama si gunung terlihat dengan jelas.

Aku bahagia.

Dan speechless.

Sampai lupa memotretnya, he-he.

But nevermind. Akhirnya aku bisa melihatnya langsung, karena bagiku, this is the closest I can get. Karena, enggak mungkin, sih, kayaknya bisa mendaki, he-he.

Perjalanan pulang aku habiskan dengan tidur. Pardon me if I have a big grin on my face while on the way back to Shinjuku.


Ini Jacky, guide ke Fuji di hari itu


Special thanks to Jacky, yang seru banget dan penjelasannya sangat jelas.

XOXO,
iif


SHARE:
1 Comments
Next PostNewer Posts Previous PostOlder Posts Home
BLOG TEMPLATE CREATED BY pipdig