![]() |
Gunung Fuji dari jendela bis di perjalanan menuju Fuji dari Tokyo |
Masih belum bosan dengan cerita selama di Jepang? Meski,
harus diakui, lokasi yang aku tuju tergolong mainstream. Namanya juga first
timer, seringkali daerah yang dikunjungi memang sudah umum, karena baru
mengenal negara ini.
Selepas dari Kyoto, aku menuju Tokyo. Yeai, untuk pertama
kalinya naik Shinkansen. Kesannya? Sama seperti naik pesawat, ya. Karena aku
memakai JR Pass, jadi aku naik Shinkansen Haruka, dengan beberapa titik pemberhentian.
Aku tiba di Tokyo jam 7an, dan kereta menuju hotel sempat
berhenti lama karena ada semacam gangguan. I’ll tell you later di postingan
khusus Tokyo.
Lalu, ke mana kita hari ini?
Fuji!!!
Yes, gunung Fuji yang ternama sekaligus gunung tertinggi di
Jepang.
![]() |
Gunung Fuji yang pagi itu tersembunyi dalam kabut |
Tadinya, aku sempat kepikiran untuk naik bis malam dari
Kyoto ke Fuji. Lumayan untuk menghemat penginapan. Namun, takutnya udah tua
jadi ringkih, he-he. Akhirnya aku memutuskan untuk langsung ke Tokyo dari Kyoto,
sehingga aku mengambil one day trip ke Fuji.
Selama di Jepang, hanya di Fuji satu-satunya tempat yang aku
enggak jalan sendiri. Aku mengikuti open trip, karena malas mengatur waktu, dan
pengin nyaman. Pilihan yang tepat, karena sepertinya agak ribet, ya, jalan
sendiri di Fuji.
Untuk open trip ini, aku menemukannya di Klook. Ada banyak
pilihan paket tur ke Fuji yang tersedia, dan tinggal dicocokkan dengan
keinginan. Check this link if you want to explore Fuji.
Berhubung aku ke sana di bulan Oktober, jadi masih bisa ke
Fuji 5th Station. Kata guide hari itu, namanya Jacky, kami masih
beruntung karena masih bisa ke Fuji 5th Station, sebab memasuki
musim gugur, tempat ini enggak dibuka lagi dan trip dialihkan ke tempat lain.
![]() |
Fuji 5th Station |
Inti dari perjalanan ini adalah mengejar si Gunung Fuji dari
pagi hingga sore. Two thumbs up untuk guide hari itu, Jacky, yang tabah
menjelaskan dalam dua bahasa, Inggris dan Mandarin.
Trip dimulai pukul delapan pagi dengan meeting point di
Shinjuku Prince Hotel. Butuh waktu 10 menit jalan kaki dari hotel. Ketika sampai
di sana sudah ramai, dan kita dibagi-bagi ke dalam beberapa bis dengan satu
guide. Lumayan rempong mencari kita ditempatkan di kelompok mana karena hari
itu super ramai. Di kelompokku, hanya aku satu-satunya yang sendiri, tapi ada
dua kelompok ibu-ibu dari Indonesia. Lewat sedikit pukul delapan, perjalanan
dimulai.
Butuh waktu sekitar 2.5 jam untuk sampai ke Gunung Fuji. Beruntung,
pagi itu enggak macet. Di perjalanan, Jacky bercerita sedikit soal Gunung Fuji,
sekaligus memberi preview hari itu kita ngapain aja. Tadinya aku berniat untuk
tidur, tapi pemandangan di luar sangat sayang untuk dilewatkan.
Later that I know, kalau pemandangan Gunung Fuji paling
bersih yang aku lihat adalah di jalan tol menuju Fuji.
Berikut highlight dari trip ke Gunung Fuji:
Pemberhentian pertama adalah Fuji 5th Station. Ini
tempat tertinggi untuk disinggahi kalau ingin melihat Gunung Fuji. Namun, kalau
mau mendaki bisa ke station yang lebih tinggi. Menurut penuturan Jacky, 5th
Station hanya dibuka di musim semi dan musim panas, jadi termasuk beruntung
ketika ke sana di detik-detik terakhir musim panas. Di luar itu, pengunjung
akan dibawa ke Fujisan World Heritage Center North Hall. Namanya liburan ke alam,
jadi kita cuma bisa pasrah ngikut apa kata alam.
Fuji 5th Station sendiri enggak begitu luas. Satu
lagi keistimewaan timing, ketika foto di papan penanda, tertulis tahun 01
Reiwa, karena per 1 Mei 2019, Jepang berada di bawah pemerintahan baru, yaitu
Kaisar Naruhito. Sayangnya, antrean panjang banget untuk foto di sana, sehingga
aku memutuskan langsung ke observation deck untuk menyaksikan kegagahan Gunung
Fuji.
Tentunya sudah sangat akrab dengan foto Gunung Fuji yang
puncaknya diselimuti salju. Itu foto andalan di postcard. Sayangnya, pagi itu
berkabut. Awalnya jelas, lalu lama kelamaan si gunung menghilang.
Jacky merekomendasikan untuk membeli roti berbentuk Gunung
Fuji, karena hanya dijual di sana aja. Tadinya mau foto dengan latar belakang
gunung, eh si gunung masih ngumpet.
Di sini juga ada tempat makan dan shrine, buat jalan-jalan. Di
sini juga terdapat shrine tertinggi di Jepang.
Namun, yang membuatku suka, di sini juga terdapat kantor pos
alias kantor pos tertinggi di Jepang. Kita bisa membeli kartu pos khusus, yang
ukurannya persegi panjang gede, dan lumayan mahal. Lalu, mengirimkannya
langsung dari sana. Gila, enggak tuh, mengirim kartu pos dari tempat tertinggi
di Jepang?
Ini dia alasan aku mengambil trip ini, yaitu karena ada
Matcha Experience. Jadi, setelah dari 5th station, selanjutnya
menuju Lake Kawaguchi. Kami diajak ke tempat bernama Shikido. Sudah dipesan
satu ruangan khusus untuk mencoba matcha. Konon kabarnya, matcha paling enak
itu berasal dari Fuji.
Di ruangan itu, kami diajarkan cara menyeduh matcha. Juga ada
mochi yang enak banget sebagai makanan pendamping matcha. Setiap orang dibekali
bubuk matcha dan alat pengaduknya yang mirip sapu lidi mini, he-he. Sebuah pengalaman
yang seru, karena belajar tradisi minum matcha yang sebenarnya. Ternyata, capek
juga mengaduk matcha, he-he.
Shikido berada di Kawaguchi. Dari 5th Station, bis
melewati Kawaguchi Ohashi Bridge yang menawarkan pemandangan danau Kawaguchi
yang tenang. Memandang keluar jendela enggak bikin jemu, malah menenangkan,
karena danau yang besar dan tanpa riak itu.
Bukan hanya danaunya saja yang tenang. Menurutku,
keseluruhan Fuji itu tenang. Hening banget. Sepanjang jalan, aku enggak melihat
orang. Hanya beberapa orang turis di depan Shikido sedang jalan kaki. Di sisi
jalan ada rumah-rumah tradisional yang membuatku serasa berada di masa puluhan
tahun yang lalu.
Oleh karena saat itu musimnya enggak jelas—musim panas sudah
lewat, tapi gugur belum masuk—pepohonan masih berwarna hijau. Aku cukup
foto-foto seadanya di sini, karena lebih banyak menghabiskan waktu dengan
memandangi danau yang tenang.
Tadi aku sempat menyinggung Fuji yang tenang, kosong, dan
hening. Sepertinya, semua orang pada berkumpul di Oshino Hakkai. Oshino Hakkai
ini berupa sebuah perkampungan kecil dan di sana ada delapan kolam dari mata
air alami langsung dari Gunung Fuji. Di sini, Jacky menyarankan tempat makan
enak.
Satu hal yang harus dilakukan di sini, yaitu meminum air di
sini. Katanya, itu air keabadian. Sacred water for long live and healthy life. Kita
bisa membeli botol kosong di sini, lalu mengisinya dengan air abadi, baru
membayarnya.
Walaupun siang lumayan menyengat, tapi airnya dingin banget.
Di salah satu kolam, ada tantangan untuk memasukkan tangan ke dalam air selama
30 detik. Aku sudah menyerah di detik ke-15. Itu aja jari udah keriput saking
dinginnya.
Satu hal yang wajib dicoba di sini, street food yang enak
banget. Ada restoran di sini, dan kata Jacky overrated. Pun mahal. Dia menyarankan
untuk mencoba street food dan mochi matcha goreng. Awalnya aku cuma beli dua
tusuk, lupa namanya, tapi satu isinya octopus, satu lagi mayonnaise. Keduanya sumpah,
enak banget. Aku pun akhirnya bengong di kursi-kursi yang disediakan di sana
dan enggak berhenti jajan. Memanglah selama di Jepang uangku tuh abisnya buat
jajanan, he-he.
Di sini juga aku bertemu geng ibu-ibu dari Surabaya. Mereka
lagi liburan dan dulunya teman SMA. Ada empat orang, dan mereka bawa bekal. Rendang
plus abon. Alasannya, perut orangtua sudah menolak untuk makan makanan aneh. Salah
satu ibu menawarkan makanan, tapi ibu lain melarang. Katanya, “kamu masih muda
ini, coba makan apa aja, perutmu masih kuat.” Makasih, ya, Bu, dibilang masih
muda, he-he.
Ada satu hal yang menurutku enggak penting, tapi harus
dibeli di sini. Buah apel. Yes, Fuji apple. Dulu, waktu masih di kampung,
rasanya mewah banget bisa beli apel Fuji. Hanya di momen tertentu mama beliin
apel Fuji. Lalu, ketika membeli sebuah apel di Fuji, rasanya surreal aja, sih.
Apel Fuji di gunung Fuji |
Lagi, terkenang, sudah sejauh apa aku berjalan?
Jauh banget, sampai lupa waktu, dan terpaksa lari ke
parkiran biar enggak ditinggalin, he-he.
Ini kesempatan terakhir untuk mengejar si Gunung Fuji. Setelah
dari Oshino Hakkai, selanjutnya adalah Gotenba Premium Outlet. Buat yang mau
belanja barang branded dengan harga miring, bisa ke sini. Menurut penjelasan
Jacky, di sini harganya lebih murah karena last season. Jadi, kalau enggak
ngoyo mau barang up to date, bisa beli di sini.
Brand yang ada di sini memang mahal, sih. Kayak Michael
Kors, Louis Vuitton, Hugo Boss, Burberry, dll. Namun, ada juga brand menengah
macam Coach. Yang mau borong sneakers, ada Nike gede banget di sini.
Gotenba sendiri ada dua, yaitu West Zone dan East Zone. Kedua
zona dihubungkan oleh jembatan. Nah, kalau beruntung, bisa melihat Gunung Fuji
di sini. This is our last chance. Sayangnya, masih berkabut dan si gunung masih
ngumpet.
Selain makan siang yang terlambat, aku enggak banyak belanja
di sini. Walaupun katanya harganya miring, tetap aja brand mevvah. Mihils gilak!!!
Namun, aku tetap enggak bisa menolak untuk belanja. Lumayan, dapat satu celana
dan tas untuk mama.
Ketika kembali ke parkiran, sedih aja karena enggak bisa
melihat Gunung Fuji. Jacky pun berusaha menghibur. Namun, ketika aku sudah
harus naik bis, dia manggil dan menyuruhku melihat ke belakang. Saat itu, dari balik
logo Hugo Boss yang gede, awan yang menghalangi Gunung Fuji perlahan tersibak. Awalnya
masih samar, lalu lama-lama si gunung terlihat dengan jelas.
Aku bahagia.
Dan speechless.
Sampai lupa memotretnya, he-he.
But nevermind. Akhirnya aku bisa melihatnya langsung, karena
bagiku, this is the closest I can get. Karena, enggak mungkin, sih, kayaknya
bisa mendaki, he-he.
Perjalanan pulang aku habiskan dengan tidur. Pardon me if I have
a big grin on my face while on the way back to Shinjuku.
Special thanks to Jacky, yang seru banget dan penjelasannya
sangat jelas.
XOXO,
iif
https://saglamproxy.com
ReplyDeletemetin2 proxy
proxy satın al
knight online proxy
mobil proxy satın al
TXL6U8