Ketika
Paspor Lo Mati, Segeralah Perpanjang
And stop being a lazy
girl with ntar-aja-deh-gue-enggak-bakal-ke-mana-mana-ini mantra.
This is based on my
experience.
Jadi
ceritanya sebenarnya sudah dimulai sejak akhir tahun lalu. Pertengahan tahun
malah tepatnya. Yaitu ketika saya tiba-tiba dapet assignment liputan ke Singapura ngegantiin temen yang batal
berangkat karena passport sudah enggak berlaku. Saat itu, saya berprinsip, awal
tahun harus perpanjang passport. Secara passport matinya bulan Mei 2016.
Hari
demi hari berlalu.
Bulan
demi bulan berlalu.
Janji
yang diucapkan dengan mantap di tahun lalu pun terabaikan. Sampai akhirnya
memasuki bulan Mei dan sadar kalau passport sudah mati. Saat itu, sempat panik,
sih. Pengin segera perpanjang. Ditambah Mbak Marti—ex managing editor majalah
K* sering banget ngingetin buat segera perpanjang passport.
Saat
itu, alasanku tuh banyak banget.
“Bangkrut
mbak. Big Bad Wolf sadis. Ngeborong banyak di sana.” à Ini alasan ketika
diadakan Big Bad Wolf, bazaar buku super gede di bulan Mei 2016.
Mbak
Marti cuma geleng-geleng kepala.
“Aku
abis beli rak buku mbak. Kan rak bukuku dimakan rayap.” Lagi, alasan
berikutnya.
Lagi,
mbak Marti hanya geleng-geleng kepala.
Lalu,
salah seorang teman yang kebetulan passport-nya juga hampir habis, ngajakin
buat bikin bareng. Lagian sekarang bikin passport udah gampang, kan? Harusnya,
sih, tinggal ngumpulin niat aja.
Tapi,
lagi-lagi gue-bangkrut-banget-kak-no-money-abis-beli-ini-itu-anu-yang-enggak-penting-sebenernya
menjadi halangan untuk melaksanakan niat mulia, bikin passport. Sampai akhirnya
teman-satu-kantor-sebut-saja-namanya-Aisha bikin passport duluan. Bahkan sampai
dia udah pulang dari entah mana, saya masih di tahap ntar-ajalah-bikinnya.
But we never know what
future have for us.
Kita enggak pernah tahu mungkin saja ada rejeki mendadak yang mengharuskan passport
dalam keadaan ready.
Hingga
akhirnya di akhir September, saya benar-benar ketiban rejeki mendadak itu.
Rejeki yang membuat saya panik setengah mati dan menyesali semua kemalasan yang
selama ini dimiliki. Juga alasan-alasan yang selama ini diajukan.
Many people said
told-you-so too me.
Pengin nangis, tapi ya mesti gimana. Pelajaran pentingnya, berhenti
malas-malasan. Patuhi peraturan, ketika saatnya harus perpanjang passport,
jadikan itu prioritas. Kita mungkin bisa aja berpikir
gue-enggak-bakal-ke-mana-mana-ini, tapi kita enggak pernah tahu besok punya
cerita apa untuk kita.
Bisa
saja besok memungkinkan seorang Kim Jonghyun menunggu di Korea.
Atau
Im Jaebum menyapa dari Singapura.
Atau
Britney Spears dadah-dadah dari Australia.
Atau
bisa saja seorang Benedict Cumberbatch duduk manis menunggu di Hong Kong.
Kita
enggak pernah tahu itu.
Jangan
sampai kesempatan besar itu batal didapat karena passport-lo-matik. Itu nyesek
banget, bo. Kesempatan enggak datang dua kali soalnya.
Errr…
bisa, sih, pakai jalur ilegal (Dear God, Pak Jokowi, Pak Ahok dan siapapun itu,
maaf banget. Sumpah, aku udah berusaha untuk jadi warga negara yang baik,
berusaha patuh sama peraturan, tapi di saat kepepet dan putus asa, aku terpaksa
bersikap curang. Please forgive me!!!).
Sebenarnya enggak bermaksud untuk pakai jalur ini, selain karena jauuuh lebih
mahal dan enggak baik, juga karena risikonya tinggi.
Lesson learned dari kejadian ini
adalah kayaknya gue harus segera berhenti bersikap malas.
Dan
kalau ada yang bilang ntar-ajalah-gue-enggak-bakal-ke-mana-mana-ini, saya akan
bilang: besok *insert your idol name* menunggu lo di *insert salah satu
negara*, nyehehe.
Lagipula,
sejak SD kita sudah belajar sebuah pribahasa. Sedia payung sebelum hujan. Dan
dalam hal ini, segera perpanjang passport meski lo enggak ada niat buat ke
mana-mana.
Peace,
iif
liputan di singapura yang waktu itu ternyata nyaris pas paspor abis yak
ReplyDeleteDetik-detik hampir abis sik, dan ngegantiin temen yang pasportnya abis haha
ReplyDeleteSepertinya template blogmu mesti diganti~
ReplyDeleteIya nih Jar. Udah lama enggak diurus juga soalnya. Makasih kak udah diingetin ehehe
ReplyDeleteSama-sama kak... Yang ini mudah mendingan, Kak... :))
Delete